Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta segala bentuk pencairan upah pungut pajak harus dilakukan atas izin dari Departemen Keuangan (Depkeu).

"Bagaimanapun pencairan harus atas izin Depkeu," kata Wakil Ketua KPK, Haryono di Jakarta, Jumat.

Menurut Haryono, pungutan dari pajak rakyat seharusnya hanya dinikmati oleh petugas pemungut pajak. Aliran upah pungut pajak ke sejumlah pejabat yang tidak terkait dirasakan sebagai bentuk ketidakadilan.

Oleh karena itu, kata Haryono, penggunaan upah pungut harus dilakukan dengan bijak. Menurut dia, mekanisme persetujuan dari Departemen Keuangan merupakan salah satu cara untuk mengatur aliran upah pungut agar tepat sasaran.

KPK telah melakukan kerjasama dengan Departemen Dalam Negeri (Depdagri) untuk menertibkan aliran upah pungut pajak.

Berdasar penelusuran, setidaknya pernah ada dua Kepmendagri yang mengatur alokasi upah pungut, yaitu Kepmendagri Nomor 27 tahun 2002 dan Kepmendagri Nomor 35 tahun 2002 tentang Pedoman Alokasi Biaya Pemungutan Pajak Daerah.

Kepmendagri Nomor 35 tahun 2002 diterbitkan pada 16 Juli 2002 dan menggantikan Kepmendagri Nomor 27 tahun 2002 yang terbit pada 24 Mei 2002.

Pasal 4 Kepmendagri Nomor 35 tahun 2002 memperbolehkan alokasi biaya pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor kepada beberapa instansi, yaitu Aparat pelaksana pemungutan (70 persen) dan aparat penunjang yang terdiri dari Tim Pembina Pusat (2,5 persen), kepolisian (7,5 persen), dan aparat penunjang lainnya (20 persen).

Pasal 5 mengatur alokasi biaya pemungutan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor kepada Dinas/Instansi Pengelola (20 persen), Pertamina dan produsen bahan bakar kendaraan bermotor lainnya (60 persen), Tim Pembina Pusat (5 persen), dan aparat penunjang lainnya (15 persen).

Kemudian pasal 6 memperbolehkan alokasi biaya pemungutan Pajak Penerangan Jalan untuk biaya pemungutan PLN (54 persen), petugas PT PLN setempat yang terkait pada pelaksanaan pemungutan (20 persen), aparat Pemerintah Daerah yang berkaitan dengan pelaksanaan pemungutan (20 persen), dan Tim Pembina Pusat (6 persen).

Kepmendagri Nomor 35 tahun 2002 tidak lagi mengatur tentang penggunaan insentif upah pungut pajak yang yang diterima oleh pajabat. Padahal, Kepmendagri Nomor 27 tahun 2002 sebelumnya mengatur biaya pemungutan pajak hanya digunakan untuk membiayai kegiatan penghimpunan data objek dan subjek pajak, penagihan, dan pengawasan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009