Dili (ANTARA News/AFP) - Timor Timur mengatakan, Selasa, negara itu telah merujuk 25 bekas personil militer dan tiga warga sipil ke pengadilan untuk diadili karena upaya pembunuhan terhadap Presiden Jose Ramos-Horta tahun lalu.

Bekas tentara Marcelo Caetano menghadapi hukuman 20 tahun penjara karena menembak Ramos-Horta, sementara Angelita Pires, pacar pemimpin pemberontak yang tewas dalam serangan itu, menghadapi tiga tahun penjara karena konspirasi, kata penuntut-umum.

"Hasil dari penyeldikan menunjukkan bahwa Marcelo Caetano adalah tersangka dalam penembakan Presiden Ramos-Horta pada 11 Februari 2008," Penuntut Umum Longinhos Monteiro mengatakan pada wartawan.

"Bekas pacar (pemimpin pemberontak Alfredo) Reinado terlibat dalam konspirasi untuk menyerang kedua pemimpin, Ramos-Horta dan Perdana Menteri Timor Timur Xanana Gusmao."

Ia mengatakan 23 dari para tersangka berada dalam penjara Dili menunggu pengadilan dan lima yang lain di luar negeri mendapat perawatan medis.

"Mereka semua telah dirujuk ke pengadilan distrik Dili...Dari ke 28 tersangka, 25 tersangka adalah bekas personil militer dan tiga adalah warga sipil," katanya.

Ramos-Horta tertemnak dan terluka dalam bentrokan dengan tentara pembangkang di rumahnya di luar ibukota Timor Timur, Dili. Pemimpin pemberontak Alfredo Reinado tewas dalam serangan itu.

Tembak-menembak -- diikuti satu jam kemudian dengan serangan gagal terhadap konvoi PM Xanana Gusmao -- telah meningkatkan kekhawatiran akan kembalinya Timor Timur ke dalam kekacauan dua tahun setelah pertempuran di antara polisi, tentara dan geng jalanan yang menyebabkan sedikitnya 37 orang tewas.

Namun kematian Reinado yang kharismatik malahan membantu mengakhiri pemberontakan oleh 600 tentara yang tidak puas yang ia pimpin.

Ramos-Horta, yang telah mengatakan ia akan mempertimbangkan untuk memaafkan para penyerang itu demi kepentingan perdamaian di negaranya, telah menghabiskan beberapa pekan untuk pulih dari lukanya di sebuah rumah sakit Australia sebelum kembali ke Timor Timur.

Ia menerima hadiah Nobel Perdamaian pada 1996 untuk dua dasawarsa pekerjaan mewakili bekas jajahan Portugis itu, yang kemudian bergabung dengan Indonesia dan mencapai kemerdekaan pada 2002.

Orang yang mengambialih dari Reinado sebagai pemimpin tentara pemberontak, Gastao Salsinha, menyerah dalam satu upacara resmi yang dihadiri oleh Ramos-Horta pada April tahun lalu setelah pembicaraan panjang.

Pemerintah telah dikecam dari dalam dan luar negeri karena tampaknya akan menangguhkan dalam mengadili orang-orang Reinado itu. Ramos-Horta juga menimbulkan keheranan dengan memberi kesan ia akan memaafkan mereka.

"Saya telah bertemu dengan Tuan Salsinha dan beberapa dari teman saya dan saya tidak ingin mereka memikul tanggungjawab atas krisis yang terjadi karena mereka bukan pemimpinnya," Ramos-Horta mengatakan bulan lalu.

"Saya tidak dapat memberi maaf sebelum proses hukum dilakukan. Setelah proses hukum, saya bisa memberi maaf, tapi sebelum itu saya tidak dapat berbuat apa-apa."(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009