Jakarta (ANTARA News) - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S. Goeltom mengatakan kebijakan moneter berupa penurunan suku bunga tidak cukup untuk menstimulus ekonomi, untuk itu diperlukan kebijakan moneter tidak konvensional lainnya.

"Justru stimulus moneter berupa penurunan suku bunga itu tidak cukup untuk menstimulus ekonomi, harus ada bentuk yang unconvetional yang lain," katanya di Jakarta, Selasa malam.

Menurut dia, kebijakan unconventional tersebut saat ini telah dilakukan beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Inggris. Hal ini terutama di dorong oleh efektivitas penurunan suku bunga belum terasa padahal suku bunga telah mendekati nol persen.

"Makanya seperti Amerika yang membeli toxid asset (aset bermasalah seperti subprime mortgage) perbankan dan lembaga keuangannya. Dan Inggris beli t-bills, treasury bonds, itu kan sebenarnya penciptaan uang, itu unconventional monetary policy. Suku bunga di negara-negara tertentu mendekati zero," katanya.

Ia menambahkan, untuk Indonesia memang masih memiliki ruang cukup banyak untuk menurunkan suku bunga BI rate yang saat ini di level 7,75 persen.

Namun demikian dalam kondisi ketidakpastian yang tinggi dan ketidakpercayaan, efektivitas kebijakan moneter penurunan suku bunga menjadi lemah dalam mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit.

"Itu sebabnya negara-negara dianjurkan untuk melihat bentuk stimulus yang unconventional," katanya.

Ia menambahkan, kebijakan BI saat ini agar perbankan kembali menyalurkan kredit adalah dengan mengubah aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR).

Sementara BI sendiri selama tiga bulan pertama 2009 telah melakukan penurunan suku bunga acuan BI rate secara agresif. Suku bunga BI rate dalam tiga bulan terakhir turun 1,5 persen. Saat ini BI rate berada di level 7,75 persen.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009