Washington (ANTARA News/AFP) - Presiden Barack Obama mengatakan, Amerika akan melancarkan serangan-serangan terhadap sararan militan di dalam wilayah Pakistan jika perlu, namun pasukan AS di darat tidak akan memburu mereka hingga seberang perbatasan Afghanistan.

"Saya belum mengubah pendekatan saya," kata Obama dalam wawancara yang disiarkan Minggu pada program televisi CBS "Face the Nation", menunjuk pada serangan-serangan rudal AS terhadap militan.

"Jika kami memiliki sasaran yang bernilai tinggi, maka kami, setelah berunding dengan Pakistan, akan memburu mereka," kata presiden AS itu.

Ketika ditanya apakah ia akan mengirim pasukan AS untuk menyerang tempat-tempat pesembunyian militan di dalam wilayah Pakistan, Obama menjawab, "Tidak."

"Rencana kami tidak mengubah pengakuan terhadap Pakistan sebagai sebuah pemerintah berdaulat," katanya.

"Kami harus bekerja bersama mereka dan melalui mereka untuk menangani Al-Qaeda. Namun kami telah meminta mereka lebih bertanggung jawab."

Obama hari Jumat menempatkan Pakistan pada pusat perang melawan jaringan Al-Qaeda dengan strategi baru yang melibatkan ribuan prajurit tambahan dan dana milyaran dolar untuk perang Afghanistan.

Ketika ditanya apakah ini adalah perang pribadinya, "Obama mengatakan, "Saya rasa itu adalah perang Amerika."

"Dan fokus dalam tujuh tahun terakhir saya rasa telah hilang. Apa yang kami ingin lakukan adalah memusatkan lagi perhatian pada Al-Qaeda," kata Obama, menyinggung peralihan sumber-sumber daya ke Irak oleh pemerintah terdahulu AS yang dipimpin George W. Bush.

"Kami akan menumpas jaringan mereka, pangkalan mereka. Kami akan memastikan bahwa bahwa mereka tidak bisa menyerang warganegara AS, wilayah AS, kepentingan AS, dan kepentingan sekutu kita di seluruh dunia," tambah pemimpin Amerika itu.

Pasukan Amerika menyatakan, daerah perbatasan Pakistan digunakan kelompok militan sebagai tempat untuk melakukan pelatihan, penyusunan kembali kekuatan dan peluncuran serangan terhadap pasukan koalisi di Afghanistan.

Pakistan mendapat tekanan internasional yang meningkat agar menumpas kelompok militan di wilayah baratlaut dan zona suku di tengah meningkatnya serangan-serangan lintas-batas pemberontak terhadap pasukan internasional di Afghanistan.

Hubungan antara AS dan Pakistan, dua sekutu utama dalam perang melawan terorisme, sempat tegang akibat peningkatan serangan udara AS akhir-akhir ini dan serangan darat di kawasan suku negara tersebut.

Kawasan suku Pakistan, terutama Bajaur, dilanda kekerasan sejak ratusan Taliban dan gerilyawan Al-Qaeda melarikan diri ke wilayah itu setelah invasi pimpinan AS pada akhir 2001 menggulingkan pemerintah Taliban di Afghanistan.

Pemimpin Al-Qaeda di Pakistan dan deputinya tewas pada 1 Januari dalam serangan udara yang diduga dilakukan pesawat tak berawak AS di Waziristan Selatan, menurut sejumlah pejabat keamanan setempat.

Para pejabat yakin bahwa Usama al-Kini, yang disebut-sebut sebagai pemimpin operasi Al-Qaeda di Pakistan, mendalangi serangan bom truk terhadap Hotel Marriott di Islamabad pada September lalu, dan memiliki hubungan dengan serangan-serangan bom pada 1998 terhadap Kedutaan Besar AS di Afrika.

Sementara itu, kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi sejak invasi pimpinan AS pada akhir 2001. Sekitar 5.000 orang, termasuk lebih dari 2.100 warga sipil, tewas dalam pertempuran tahun lalu saja, menurut PBB.

Sekitar 70.000 prajurit asing di bawah komando NATO dan AS berada di Afghanistan sejak akhir 2001 untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai memerangi Taliban dan gerilyawan Al-Qaeda sekutu mereka.

Pemerintah baru AS berencana mengirim 17.000 prajurit tambahan tahun ini untuk menstabilkan Afghanistan, yang dikhawatirkan sejumlah politikus dan analis Barat akan tergelincir ke dalam anarki.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang bertanggung jawab atas serangan-serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009