Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mendukung rencana pemerintah untuk memberikan stimulus jilid tiga yang berfokus pada bidang kesehatan agar dapat sekaligus menopang perekonomian Indonesia.

Pingkan menyatakan Indonesia harus mewaspadai ancaman resesi yang diakibatkan oleh gangguan rantai suplai global, melemahnya ekspor dan impor, serta menurunnya aktivitas bisnis yang salah satunya disebabkan oleh penyebaran virus corona (COVID-19).

“Kemarin Menteri Keuangan menyatakan akan menyiapkan paket stimulus jilid III. Tentu perlu disambut baik dan diharapkan dalam prosesnya dapat terkoordinasi dengan baik di segala lapisan,” katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Sri Mulyani sebut stimulus jilid tiga fokus pada bidang kesehatan

Pingkan mengatakan stimulus jilid tiga yang mencakup aspek kesehatan, perlindungan sosial, dan upaya menjaga kinerja pelaku usaha serta stimulus jilid satu maupun dua dipercaya mampu mencegah dampak negatif dari perlambatan ekonomi global.

“Selain stimulus di tingkat nasional koordinasi di tataran global untuk memberikan stimulus juga sangat dibutuhkan,” ujarnya.

Tak hanya itu, menurutnya harmonisasi kebijakan pusat dengan daerah harus dapat dilakukan karena sangat krusial mengingat jumlah penduduk Indonesia yang banyak dan tersebar di 34 provinsi.

“Koordinasi dan harmonisasi kebijakan perlu terus diupayakan dan ditingkatkan agar menjamin kesiapan segala pihak termasuk masyarakat dalam memitigasi dampak negatif dari pandemi COVID-19,” katanya.

Baca juga: Menkeu harapkan adanya mekanisme global untuk mitigasi dampak COVID-19

Pingkan menegaskan, faktor kesehatan wajib menjadi fokus utama namun karakteristik masyarakat di daerah satu dan lainnya berbeda sehingga penyesuaian kebijakan di sektor lain seperti ekonomi juga berdampak pada kemaslahatan hidup banyak orang.

“Koreksi atas pertumbuhan ekonomi 2020 dilakukan oleh negara lain hingga lembaga internasional seperti Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yang tidak lepas dari dampak perlambatan ekonomi global sebagai efek dari melonjaknya kasus COVID-19,” katanya.

Data dari World Health Organization (WHO) mencatatkan bahwa hingga Rabu (18/3) pandemi COVID-19 telah mencapai 208.512 kasus dengan 8.821 kematian dan 83.396 orang yang pulih di seluruh dunia.

OECD memangkas pertumbuhan ekonomi global ke level 2,4 persen dari yang semula 2,9 persen serta negara lain seperti Singapura dan Inggris turut mengoreksi pertumbuhan ekonomi mereka masing-masing dari 1,5 persen ke 0,5 persen dan 1 persen ke level 0,8 persen.

“Sri Mulyani sendiri bahkan memprediksi bahwa pertumbuhan global hanya akan berada pada level 1,5 persen saja melihat dinamika global yang terjadi saat ini dengan kasus COVID-19 yang terus bertambah setiap harinya,” ujarnya.

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020