Kupang (ANTARA News) - Lebih dari 100 orang berbaring tanpa daya dengan infus tertancap di tangan di ruang perawatan Puskesmas Panite di Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), sekitar 90 km timur Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Mereka adalah korban keracunan es potong. Setelah mengkonsumsi es potong yang dijual seorang pedagang keliling pada Rabu (25/3) dan Kamis (26/3) di SMA Negeri I Panite dan Pasar Panite, para konsumen mulai terkena diare dan muntah-muntah.

Pemandangan memilukan itu terlihat ketika Gubernur NTT, Frans Lebu Raya menjenguk para korban di Puskesmas Panite, Rabu (1/4) bersama Ketua DPRD NTT, Melkianus Adoe.

Gubernur Lebu Raya kemudian menyapa satu demi satu para pasien dan menanyakan keadaan mereka yang tengah berbaring lemas di puskesmas itu.

Ada pula pasien terpaksa menjalani rawat inap di bawah tenda serta di lorong-lorong puskemas, karena terbatasnya ruang perawatan di puskesmas tersebut.

Gubernur NTT menyapa para pasien dengan senyumnya yang khas, namun dari raut wajahnya terlihat begitu sedih menyaksikan pemandangan memilukan itu.

"Saya baru turun dari pesawat setelah melakukan kunjungan kerja di Pulau Sabu. Saya langsung mengajak Ketua DPRD NTT untuk berkunjung ke Panite setelah menerima laporan adanya kejadian luar biasa (KLB) di Panite," katanya.

Anak-anak sekolah yang mengkonsumsi es potong tersebut tidak langsung terserang diare dan muntah-muntah, tetapi mengalami keadaan tersebut setelah dua hari kemudian.

"Awal mulanya saya merasakan perut sakit. Tidak lama kemudian, langsung mencret dan muntah-muntah. Itu terjadi pada Jumat (27/3) atau dua hari setelah mengkonsumsi es potong yang hanya seharga Rp500/potong itu," kata Yanti Asbanu (17), siswi kelas II SMAN I Panite.

Ketika berbincang-bincang dengan ANTARA di bawah tenda perawatan yang dibangun Dinas Sosial NTT itu, Yanti tampak mulai segar dan merasa agak lebih baik dari hari-hari sebelumnya, sehingga infus yang tertancap di tangannya pun dicabut oleh petugas kesehatan setempat.

Kepala Dinas Kesehatan TTS, dr Markus Ng Righuita mengatakan, berdasarkan hasil tes urine di Laboratorium Kesehatan Kupang, menunjukkan adanya bakteri e-coli.

"Kami menduga bahan baku es tersebut dibuat dari air mentah yang sudah terkontaminasi dengan bakteri e-coli. Ini hasil analisis kami, karena kami tidak mendapatkan lagi es potong yang menjadi sumber bencana sosial itu," katanya.

Seorang ayah berusia sekitar 60-an tahun ke atas, juga terserang diare dan muntah-muntah, namun bukan karena mengkonsumsi es potong.

"Saya minum air mentah di kebun," katanya ketika ditanya Gubernur Lebu Raya soal keadaan kesehatannya selama menjalani perawatan di puskesmas tersebut sejak Jumat (27/3) lalu.

Melihat kecenderungan tersebut, kata Righuita, sumber air yang dikonsumsi penduduk serta bahan pembuat es potong itu diduga kuat telah tercemar bakteri e-coli, sehingga mudah menjangkit ke mana-mana.

Menurut dia, sejak peristiwa itu terjadi pada pekan lalu, jumlah korban keracunan es potong dan mengkonsumsi air mentah saat ini mencapai 216 orang.

Dari jumlah tersebut, 94 orang di antaranya menjalani rawat inap di Puskesmas Panite, 118 orang rawat jalan, seorang pasien dirujuk ke RSUD SoE, ibu kota Kabupaten TTS dan seorang lainnya dirujuk ke RSUD Prof WZ Yohannes Kupang, serta dua orang lainnya meninggal dunia.

"Mereka meninggal karena terlambat dibawa ke puskesmas untuk mendapat pertolongan lebih lanjut dari petugas kesehatan," ujarnya.

Panite terletak di daerah dataran rendah sehingga menjadi pusat genangan air yang datang dari daerah pegunungan di sekitarnya.

Sumur penduduk yang menjadi sumber air kehidupan masyarakat setempat sering tercemar kotoran yang terbawa banjir dari daerah dataran tinggi.

Di sisi lain, penduduk setempat lebih suka mengkonsumsi air mentah ketimbang air yang telah dimasak, sehingga mudah terkena penyakit jika sumber mata air atau sumur penduduk sudah terkontaminasi dengan bakteri atau virus lainnya.

Gubernur Lebu Raya mengatakan, kasus es potong yang awal mulanya menyerang anak-anak sekolah itu hendaknya menjadi pelajaran bagi semua sekolah di NTT untuk memperhatikan kantin serta usaha warung makan lainnya di sekitar sekolah serta makanan jajan yang dijual oleh para pedagang keliling.

"Saya harapkan sekolah-sekolah di NTT dapat mengelola kantin yang lebih sehat agar tidak terjadi tragedi yang menimpa anak-anak seperti dalam kasus keracunan es potong tersebut," ujarnya.

Di sisi lain, gubernur juga mengharapkan agar masyarakat desa membudayakan kebiasaan mengkonsumsi air yang telah dimasak serta mencuci tangan sebelum makan.

"Jika kita mampu menjaga kebersihan diri dan lingkungan, saya optimistis, kita bisa terhindar dari segala macam penyakit seperti dalam kasus es potong yang akhirnya membawa tragedi sosial bagi masyarakat di Panite saat ini," kata Gubernur Lebu Raya.(*)

Oleh Oleh Lorensius Molan
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009