Xi`an, China (ANTARA News) - Minat pengusaha Indonesia untuk promosi dengan cara ikut dalam pameran dagang di China tampaknya tidak bergairah, beda dengan negara-negara ASEAN lainnya.

Setidaknya dalam "The13th Investment and Trade Forum for Cooperation betwenn East and West China", tanggal 5-8 April 2009 yang diikuti oleh ratusan perusahaan lokal dan asing, Indonesia hanya diwakili oleh dua perusahaan saja, yakni PT Garuda Indonesia dan Indonesia Street.

Bandingkan dengan Thailand dan Malaysia yang juga berpartisipasi dalam pameran tahunan itu, kedua negara ASEAN itu setidaknya mengirimkan masing-masing 40-50 an perusahaan pemerintah dan swasta berskala kecil, menengah hingga besar.

Dalam pameran tersebut letak ruang pameran paviliun Indonesia dengan Thailand kebetulan bersebelahan, sehingga tampak sekali perbedaan yang mencolok diantara kedua negara itu.

Dubes RI untuk China Sudrajat yang hadir dalam pameran itu menyesalkan sikap pengusaha Indonesia yang tidak memiliki minat melakukan promosi ke China, mengingat pasar negara itu sesungguhnya sangat terbuka luas dan berpotensi.

"Saya menilai minat pengusaha nasional untuk promosi ke China masih sangat rendah. Terlihat dengan beberapa kali kita menyelenggarakan pameran di sini minatnya sangat rendah," kata Dubes Sudrajat.

Sudrajat mengatakan bahwa apabila hal ini tidak segera disikapi bukan tidak mungkin pengusaha dan masyarakat China akan lebih tertarik terhadap produk dari negara ASEAN lainnya dibanding dari Indonesia.

Hal ini disebabkan Thailand dan Malaysia sangat agresif melakukan promosi dagang ke China, dan bahkan sampai berani melakukan promosi ke provinsi di China bagian tengah.

Dubes mengatakan pula bahwa untuk berani bersaing di pasar global memang tidak mudah dan harus berani melakukan berbagai langkah dan mencari solusi di tengah ketatnya persaingan bisnis.

"Memang ada beberapa kesulitan dalam perdagangan global, semisal ketatnya regulasi perdagangan di China. Tapi hal itu sebenarnya bukanlah alasan untuk tidak berani promosi ke China. Buktinya banyak perusahaan dari negara ASEAN berani ke China," kata Sudrajat.

Apalagi, katanya, pemerintah Shaanxi sudah menawarkan ke KBRI Beijing berupa 40 ruang pameran (booth) gratis kepada pengusaha Indonesia, tapi nyatanya tidak ada yang berminat.

Untuk itu, dubes minta agar KADIN Indonesia dan departemen terkait seperti Departemen Perdagangan agar lebih bersikap pro-aktif dalam mengajak pengusaha melakukan promosi ke China.

"China adalah suatu pasar yang sangat besar. Walaupun di sini juga memiliki sejumlah produk yang serupa dengan kita tapi produk Indonesia tetap memiliki kesempatan dan peluang," tegasnya.

Sudrajat menegaskan, walaupun pameran ini diselenggarakan di provinsi, tapi penyelenggaraannnya sudah bertaraf internasional dan buktinya melibatkan banyak perusahaan asing yang ikut.

"Kalau pengusaha Indonesia beralasan pameran ini adalah tingkat provinsi adalah tidak benar, karena pameran ini sesungguhnya sudah berskala internasional," katanya.

Atase Perdagangan (Atdag) RI di Beijing Imbang Listiyadi, mengatakan pengusaha Indonesia dinilai kurang berani masuk pasar China mengingat produk yang dihasilkan umumnya sama dengan produksi setempat disamping harganya yang kalah bersaing.

"Keberanian pengusaha Indonesia masuk ke pasar China masih kurang karena mereka beranggapan bahwa produk yang dihasilkan umumnya serupa," kata Imbang.

Dia mengatakan, para pengusaha Indonesia umumnya sudah mulai ada kecenderungan "ketakutan" terlebih dahulu sebelum masuk pasar China, padahal perasaan seperti itu tidak perlu terjadi.

Dari hasil survei yang dilakukan Atdag RI di Beijing, pengusaha China sebenarnya sangat berminat terhadap berbagai produk Indonesia, sekalipun China sebenarnya juga memproduksi produk serupa.

"Tapi pengusaha nasional sudah ketakutan terlebih dahulu. Akibatnya setiap ada kegiatan promosi yang diadakan di berbagai wilayah di China, pengusaha Indonesia sangat sedikit yang berpartisipasi," katanya.

Sebaliknya, pengusaha dari Thailand dan Malaysia selama ini selalu aktif untuk berpartisipasi dalam setiap penyelenggaraan pameran di China, dan hal itu tidak diikuti oleh Indonesia.

Imbang mengatakan, dari pengamatan yang selama ini dilakukannya termasuk dalam pameran di Xi`an tersebut, produk asal Thailand yang dipamerkan serupa dengan berbagai produk yang dihasilkan oleh Indonesia, seperti barang kerajinan, pakaian jadi, makanan dan minuman, hingga produk manufaktur.

"Thailand saja yang produknya serupa dengan Indonesia berani melakukan promosi dan aktif, mengapa pengusaha Indonesia tidak. Padahal sama-sama memiliki peluang," kata Imbang.

Ketua Indonesia Street Sunny Sukardi, mengatakan dirinya sangat menyayangkan keengganan perusahaan Indonesia untuk memanfaatkan kesempatan promosi itu mengingat pameran itu merupakan pameran terbesar di wilayah itu.

Dia mengkhawatirkan apabila kondisi seperti itu terus-menerus terjadi, yaitu perusahaan Indonesia enggan melakukan promosi di China, bukan tidak mungkin pengusaha dan masyarakat setempat lebih tertarik terhadap produk Thailand.

"Kalau dilihat dari kualitas dengan produk yang sama, produk asal Indonesia sesungguhnya tidak kalah bersaing dengan Thailand. Indonesia pun punya peluang besar di China," katanya yang ikut dalam pameran di Xi`an itu.


Diberikan gratis

Jika alasan pengusaha nasional enggan melakukan promosi di China, khususnya di Xi`an karena mahalnya biaya promosi, anggapan tersebut tidak benar karena ruang pameran (booth) secara gratis telah disediakan oleh pemerintah setempat kepada pengusaha Indonesia.

"Minat pengusaha Indonesia untuk pameran di sini juga beberapa pameran yang ada di China sangat rendah, padahal kita telah berupaya mendapatkan ruang pameran secara gratis dari panita penyelenggara," kata Imbang Listiyadi.

Dirinya mengaku sangat kecewa dengan minat pengusaha nasional untuk bisa berpartisipasi dalam pameran itu, mengingat pameran itu sangat besar dan kesempatan bagi pengusaha Indonesia masuk ke pasar China bagian tengah.

Dikatakan, Atdag RI di Beijing jauh hari sebelum pelaksanaan pameran itu sudah berupaya melakukan pendekatan dan penjajakan dengan pemerintah provinsi Shaanxi mengenai apakah ada kemungkinan Indonesia mendapatkan ruang pameran secara gratis.

Dari hasil penjajakan dan pendekatan, katanya, pemerintah daerah setempat menyetujui permintaan Atdag RI di Beijing bahkan bagi Indonesia disediakan 40 ruang pameran gratis bagi pengusaha nasional yang ingin berpartisipasi.

"Jadi bagi pengusaha Indonesia yang akan ikut pameran itu tidak lagi harus bayar sewa ruang pameran pameran yang cukup mahal. Tapi hanya membayar transportasi dan akomodasi selama pameran di Xi`an," katanya.

Selanjutnya, tambah Imbang, Atdag RI di Beijing juga telah menginformasikan kepada berbagai pihak terkait di Indonesia mengenai keberadaan pameran itu dan berharap agar kesempatan tersebut bisa dimanfaatkan sebanyak-banyaknya oleh pengusaha Indonesia.

Tapi dalam kenyataannya sampai beberapa hari menjelang pameran berlangsung, pihak Atdag RI di Beijing tidak juga menerima konfirmasi keikutsertaan pengusaha nasional dalam pameran itu dan bahkan beberapa hari menjelang hari H, ada perusahaan yang semula ingin ikut tapi membatalkan keikutsertaannya.

"Jadi dalam pameran tersebut Indonesia hanya diwakili oleh dua perusahaan saja dan yang mereka tampilkan adalah jasa pariwisata, barang kerajinan, serta tekstil," kata Imbang.

Meskipun minat promosi pengusaha Indonesia di China rendah, tapi Atdag RI di Beijing tidak akan kendur terus melakukan upaya promosi dan mengajak pengusaha nasional Indonesia untuk tetap berperan aktif.

Untuk menekan biaya promosi, katanya, pihaknya akan terus melakukan pendekatan dengan pihak penyelenggara pameran di berbagai provinsi di China apakah memungkinkan sewa ruang pameran diberikan harga murah, bahkan kalau bisa gratis.

"Kita telah dan terus melakukan lobi dengan para pemerintah provinsi setmpat untuk melakukan pendekatan apakah ada keringanan membayar sewa ruang pameran. Jadi pengusaha Indonesia yang akan ikut pameran di China hanya membayar transportasi serta akomodasinya saja," kata Imbang.(*)

Oleh Oleh Ahmad Wijaya
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009