Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPP Partai Bulan Bintang, Yusron Ihza Mahendra, di Jakarta, Kamis malam, mengatakan, usulan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) yang memungkinkan `capres tunggal` merupakan pemikiran yang aneh karena tidak sesuai ketentuan yang berlaku.

"Sudah jelas, `capres tunggal` atau yang saya wanti-wanti dengan istilah munculnya capres melawan kotak kosong`, tidak dibenarkan undang-undang," kata Yusron di Jakarta, Kamis malam.

Wakil Ketua Komisi I DPR RI ini mengatakan, Perppu capres tunggal jelas tidak masuk akal dan akan memunculkan aib dalam ketatanegaraan.

"Hal tersebut bukan akan menyelamatkan, melainkan justru akan menjerumuskan presiden," tegasnya.

Apa lagi, lanjutnya, jika keluarnya Perppu itu cukup disepakati para partai politik (Parpol). "Ini merupakan suatu hal yang sudah jelas-jelas tidak prosedural," tandasnya.

Yusron Ihza Mahendra menyatakan, menurut undang-undang, Perppu mengharuskan adanya persetujuan DPR RI. "Di mana Perppu tersebut harus dibahas DPR RI dalam masa persidangan berikutnya," ujarnya.

Jika ada upaya untuk mengeluarkan Perppu yang didasarkan hanya atas persetujuan Parpol, menurutnya, dari segi keabsahan hukum, akan sulit dikatakan produk hukum dimaksud itu memang benar-benar sebuah aturan perundang-undangan, dalam arti sah secara hukum.


Soal Otorisasi

Yusron Ihza Mahendra juga mempertanyakan lembaga atau otoritas yang mengesahkan capres tunggal.

"Siapa lembaga atau otoritas yang dapat memberikan otorisasi bahwa presiden dari calon tunggal itu adalah presiden yang sah secara hukum? Siapa yang akan dan dapat memberikan otorisasi itu," tanyanya.

Jika Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang ditunjuk untuk memberikan otoriasasi di atas, katanya, ini jelas merupakan logika hukum yang tak masuk akal.

"Sebab, KPU bukanlah lembaga yang memiliki otoritas tersebut," tegasnya lagi.

Di masa Orde Baru atau di era Presiden Suharto, menurutnya, jika terjadi capres tunggal, MPR RI dapat menyetujui secara aklamasi.

"Logikanya adalah MPR RI adalah wakil dan jelmaan seluruh rakyat Indonesia sesuai konstitusi. Lagipula, pada masa itu, presiden memang dipilih oleh MPR RI," ungkapnya.

Sekarang ini, ujar Yusron Ihza Mahendra, presiden dipilih langsung oleh rakyat, sehingga jelas MPR RI sudah tidak memiliki otoritas atau kewenangan itu lagi.

"Lalu, apakah kita akan meminta rakyat melakukan aklamasi? Bagaimana caranya," tanyanya.

Persoalan rencana mengeluarkan Perppu yang akan mensahkan `capres tunggal`, lanjut adik mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra ini, tidaklah semudah seperti yang dibayangkan.

"Karena itu, ketimbang berpikir ke arah tersebut, maka mengapa tidak berpikir untuk mengeluarkan Perppu yang dapat membuka peluang banyaknya capres dan sekaligus mencegah kemungkinan munculnya `capres tunggal`? Misalnya dengan mempertimbangkan kembali soal angka `parliamentary threshold`," usul Yusron Ihza Mahendra.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009