Jakarta, (ANTARA News) - Nasib Komisaris Utama PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD), Hartono Tanoesoedibyo dan mantan Menteri Kehakiman dan HAM (Menkeh HAM), Yusril Ihza Mahendra, menunggu perkembangan dalam sidang Romli Atmasasmita di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Hal itu terkait kasus dugaan korupsi pada Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) Depkumham yang merugikan keuangan negara sebesar Rp410 miliar.

"Kita lihat dalam perkembangan di sidang (Romli Atmasasmita, mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Depkumham)," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Marwan Effendy, di Jakarta, Jumat.

Sebelumnya, dalam persidangan Romli Atmasasmita di PN Jaksel, mempertanyakan status Yusril Ihza Mahendra terkait kasus sisminbakum.

Dikatakan, pihaknya sampai sekarang masih lihat perkembangan di sidang perkara Romli Atmasasmita. "Sementara ini, statusnya (Hartono Tanoesoedibyo dan Yusril Ihza Mahendra) masih saksi," katanya.

Seperti diketahui dalam kasus tersebut, kejaksaan sudah menetapkan lima tersangka, yakni, Romli Atmasasmita dan Zulkarnain Yunus (mantan Dirjen AHU), Syamsuddin Manan Sinaga (Dirjen AHU non aktif), Yohannes Woworuntu (Dirut PT SRD), dan Ali Amran Jannah (mantan Ketua Koperasi Pengayoman Depkumham).

Kasus itu bermula sejak tahun 2001, Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Ditjen AHU, telah diberlakukan dan dapat diakses melalui website www.sisminbakum.com.

Dalam website itu telah ditetapkan biaya akses fee dan biaya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Biaya akses fee itu dikenakan untuk pelayanan jasa pemerintah berupa pemesanan nama perusahaan, pendirian dan perubahan badan hukum dan sebagainya.

Namun biaya akses fee itu tidak masuk ke rekening kas negara melainkan masuk ke rekening PT SRD dan dana tersebut dimanfaatkan oleh oknum pejabat Depkumham.

Permohonan perhari melalui sisminbakum yang dilakukan notaris seluruh Indonesia, adalah, kurang lebih 200 permohonan dengan biaya minimal Rp1.350.000 dengan pemasukkan perbulan sebelum 2007 di bawah sekitar Rp5 miliar dan setelah 2007 sekitar Rp9 miliar.(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009