Jakarta (ANTARA News) - Banyak kalangan terkesan dengan senyuman khas Presiden AS Barak Obama yang senantiasa menampakkan gigi putihnya. Namun, senyuman gigi putihnya kini berganti menjadi bentuk peluru.

Senyuman Obama bergigi peluru warna kuning emas itu bukan wajah asli presiden AS berkulit hitam tersebut, tapi berupa lukisan yang dipajang dalam Pameran Lukisan Dan Patung yang sedang berlangsung di Senayan City, Jakarta.

Lukisan berjudul "Smiling President" itu merupakan hasil goresan tangan Sapto Adji, seniman kelahiran Magelang, Jawa Tengah, pada 2 September 1957.

Tampilan wajah Obama itu adalah salah satu dari sejumlah lukisan beragam tema dalam pameran yang diselenggarakan Alumni/Eks ASRI/STRSRI/FSRD-ISI Yogyakarta XIII selama enam hari, mulai Kamis (21/5) malam.

Sapto mendeskripsikan lukisan cat minyak berukuran 110 x 140 cm itu bahwa senyuman selalu menghiasi bibir Obama, tapi ia juga juga bersikap keras.

"Obama itu seperti Presiden Soekarno, orangnya bisa bersikap lunak, tapi juga bisa bersikap keras. Itulah sebabnya saya melukis mereka (Obama dan Bung Karno) dalam posisi senyum dengan gigi berbentuk peluru," kata Sapto kepada ANTARA News, Jumat.

Sayangnya, lukisan Bung Karno bergigi peluru serupa dengan Obama itu tidak dipajang di pameran tersebut. "Lukisan Bung Karno masih ada di rumah," kata Sapto.

Sapto menceritakan bahwa lukisan yang ia hasilkan umumnya berupa kritik sosial dan politik, di samping mengenai human interest  dan masalah lingkungan.

"Saya tidak suka melukis masalah-masalah kekerasan, tapi hobi melukis bertema kritik-kritik sosial," ujar pelukis yang mengembangkan bakat melukis sejak sekolah taman kanak-kanak itu.

Sapto bersama sejumlah senirupa lulusan STSRI "ASRI" Yogyakarta mengadakan pameran di Senayan City tersebut.

Ia terkenal aktif berpameran tunggal maupun kelompok di kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Bali, dan Yogyakarta.

Selain Sapto, para peserta pameran itu, antara lain, Sri Hadhy, Agus Swasono, Ahmad Su?udhi, Ahsanuddin, Alex Suprapto, Ari Okta, Ery A, Demiyati Lukman, Rien Hestining Rinanti, dan Tukijan.  (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009