Jakarta (ANTARA News) - Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) sebagai wadah berhimpun Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) mendapat sorotan dalam pembahasan RUU tentang Kepemudaan.

"Kami termasuk yang sangat gerah dengan keberadaan KNPI dan posturnya sekarang," kata Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Arip Musthopa dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panitia Ad Hoc (PAH) III Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

RDPU itu dipimpin Ketua PAH III DPD Faisal Mahmud di Ruang GBHN Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Senin.

Arip berharap, pembahasan RUU Kepemudaan sebagai momentum untuk menertibkan KNPI sebagai wadah berhimpun OKP-OKP.

Ia mempertanyakan apakah wadah berhimpun yang dimaksud dalam RUU Kepemudaan mengakui wadah berhimpun yang lama atau membentuk wadah berhimpun yang baru.

PB HMI berharap, RUU Kepemudaan bersemangat untuk membenahi KNPI jika mengakuinya sebagai wadah berhimpun yang lama atau menyebut kriteria organisasi mahasiswa dan pemuda yang layak berhimpun dalam sebuah wadah yang baru.

Kriteria tersebut dianggap penting mengingat KNPI sekarang juga menjadi wadah berhimpun OKP berskala lokal dengan periodisasi kepengurusan lengkap yang tidak teratur.

Seharusnya, OKP yang berhimpun di wadah KNPI hanya memenuhi syarat memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 jumlah provinsi atau sekurang-kurangnya di 2/3 jumlah kabupaten/kota di provinsi serta memiliki periodisasi kepengurusan lengkap yang teratur.

KNPI semakin lama semakin tidak ideal. Keadaan tersebut harus ditertibkan melalui UU Kepemudaan. Kalau mengharapkan internal KNPI akan susah.

"Mereka (masing-masing OKP) mempunyai kekuatan memaksa. Sebagian (pengurus lengkap) adalah preman-preman terselubung. Mengajak (mereka) berdebat secara rasional juga susah kecuali kami ikut-ikutan menjadi preman. Adu kuat," katanya

Mengenai sumber pendanaan pembangunan kepemudaan, selain tanggungjawab Pemerintah dan pemerintah daerah yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan masyarakat juga didanai corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan terbatas (PT) yang listed di pasar bursa efek atau "go public".

"Dengan memasukkan komponen aktivitas mahasiswa dan pemuda dalam CSR-nya. Diwajibkan mengalokasikannya," katanya.

Ketua PAH III DPD mengatakan, pembahasan RUU Kepemudaan telah menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2008. Karena itu, PAH III DPD bersama Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadikannya sebagai prioritas pembahasan.

Presiden sendiri telah meneken surat nomor R-23/Pres/04/ 2009 yang dikirimkan kepada pimpinan DPD dan DPR yang isinya agar segera dibahas.

Mengutip data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2006, Faisal mengatakan, jumlah pemuda tahun 2006 adalah 80,81 juta jiwa atau 36,4% dari jumlah penduduk Indonesia, yaitu 40,1 laki-laki dan 40,7 jiwa perempuan.

Jumlah tersebut potensi yang memosisikan pemuda sebagai kontributor pembangunan dan peningkatan daya saing. "Karena itu, pemuda sangat pantas diperhatikan melalui UU Kepemudaan," kata Faisal.

Ia menekankan, pengaturan melalui UU Kepemudaan harus menyatakan pemerintah mengakui, menjamin, melindungi dan memastikan kemerdekaan pemuda untuk berserikat dan berkumpul.

Persyaratan, tata cara, peran serta, dan standar pembentukan organisasi kepemudaan tidak boleh menghalangi atau membatasi hak pemuda. (*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009