Pekanbaru (ANTARA News) - Sekitar 60 naskah melayu kuno  dari Provinsi Riau dan Kepulauan Riau sudah berpindah tangan ke Malaysia dalam tiga tahun terakhir.

"Para akademisi dari perguruan tinggi terkemuka di Malaysia berburu naskah melayu kuno itu sebagian besarnya di daerah Kepulauan Riau seperti di Pulau Lingga, Bintan dan Penyengat. Sementara di Riau daratan sendiri sejauh pantauan saya belum ada," kata Budayawan Riau, Al Azhar di Pekanbaru, Selasa.

Menurut dia, Malaysia gencar melanjutkan perburuan naskah Melayu kuno di Indonesia untuk menguatkan identitas kemelayuan negeri jiran dengan slogannya "truly Asia".

Ia mengatakan naskah bersejarah yang berpindah tangan mayoritas berasal dari abad 19 Masehi berupa kitab tafsir, Alquran kuno, syair, memoar atau catatan harian para pujangga Melayu.

Para akademisi Malaysia berburu naskah Melayu kuno yang tidak tersimpan di museum, seperti dari para pemburu dari perseorangan yang menyimpan naskah tersebut di rumah.

"Nilainya bisa jutaan rupiah," ujarnya.

Ia mengatakan tidak bisa berbuat banyak untuk mencegah aksi perburuan tersebut karena dia nilai pemerintah Indonesia  belum terlalu serius mempertahankan warisan budaya tersebut.

"Bahkan, para pemburu naskah kuno dari Malaysia sempat mengatakan tindakan tersebut dilakukan karena Pemerintah Indonesia tidak mampu menjaga kelestarian naskah Melayu kuno," kata Al Azhar.

Meski begitu, Al Azhar menolak klaim yang dilakukan Malaysia terhadap asal usul naskah tersebut.

"Naskah Melayu kuno merupakan warisan budaya dan terbuka untuk diteliti oleh para akademisi dari berbagai belahan dunia. Tetapi, tidak berarti Malaysia berhak memiliki naskah tersebut," ujarnya.

Ia mengatakan Pemerintah Indonesia masih bisa mengklaim dan mengambil kembali naskah yang sudah berada di Malaysia karena di setiap naskah-naskah tersebut pasti ada tanda asal (kolofon) yang menggambarkan identitas penulis, tempat dan tanggal pembuatan naskah kuno tersebut pada halaman terakhir kitab.

"Sekarang tinggal bagaimana keseriusan pemerintah kita untuk menyelamatkan naskah-naskah tersebut. Karena pemerintah kita masih terfokus membicarakan budaya ini sebagai identitas belaka, dan Malaysia sudah menganggap hal ini sebagai komoditas," kata Al Azhar. (*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009