Kairo (ANTARA News/AFP) - Presiden AS Barack Obama membuat langkah besar rekonsiliasi dengan Iran Kamis ketika ia mengakui keterlibatan AS dalam kudeta 1953 untuk menggulingan pemerintah Perdana Menteri Mohammad Mossadegh.

"Di tengah Perang Dingin, AS telah memainkan peran dalam menggulingkan pemerintah Iran yang dipilih secara demokratis," Obama mengatakan dalam pidato penting pada dunia Muslim di Kairo.

Itu adalah pertama kalinya presiden AS yang menjabat mengakui secara terbuka keterlibatan AS dalam kudeta tersebut.

Badan Intelijen AS, dengan bantuan Inggris, mendalangi kudeta itu setelah Mossadegh menasionalisasi industri minyak, yang dijalankan ketika itu oleh Anglo-Iranian Company milik Inggris.

Bagi banyak orang Iran, kudeta itu menunjukkan perbuatan bermuka dua oleh AS, yang menampilkan dirinya sebagai pembela kebebasan tapi tidak ragu-ragu menggunakan metode licik untuk membuang satu pemerintah yang terpilih secara demokratis untuk menyesuaikan dengan kepentingan ekonominya sendiri.

Washington terus menjadi pendukung kuat Shah Mohammad Reza Pahlavi, yang terguling dalam Revolusi Islam 1979.

Hubungan antara kedua negara tersebut putus sejak itu sebagai akibat revolusi itu dan bekas presiden George W. Bush menjadikan pemerintah Teheran bagian dalam "poros kejahatan"nya bersama dengan Irak pimpinan Saddam Hussein dan negara Stalinis Korea Utara.

Namun sejak ia memegang tampuk pemerintahan awal tahun ini, Obama telah berulang kali membuat tawaran pada Iran, menawarinya pembicaraan mengenai program nuklirnya dan masalah lainnya yang belum selesai.

Pada Kamis, Obama tidak menyembunyikan luasnya perbedaan antara kedua pemerintah itu tapi menegaskan kesiapannya untuk berusaha mengatasinya melalui diplomasi.

"Selama beberapa tahun, Iran telah menentukan dirinya sebagian dengan penentangannya pada negara saya, dan ada sebetulnya sejarah yang menggemparkan di antara kita," kata presiden AS itu.

"Sejak revolusi Islam, Iran telah memainkan peran dalam aksi penyaderaan dan kekerasan terhadap tentara dan warga sipil AS. Sejarah ini terkenal.

"Ketimbang terperangkap dalam masa lalu, saya sudah jelaskan pada para pemimpin dan rakyat Iran bahwa negara saya siap untuk melangkah maju. Masalahnya sekarang bukan apakah Iran menentang, tapi lebih pada masa depan yang negara itu ingin bangun."

Tak lama setelah pelantikan Obama 20 Januari, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad menuntut permintaan maaf atas "kejahatan" yang ia katakan AS telah lakukan terhadap Iran, yang dimulai dengan kudeta 1953.

Pemimpin Institut Arab-Amerika James Zogby mengatakan bahwa meskipun pengakuan Obama mengenai keterlibatan AS dalam kudeta itu menambah sedikit pada pengetahuan sejarah karena hal tersebut telah diketahui, itu (pengakuan) tetap langkah penting bagi Iran.

"Itu tidak mengejutkan," kata Zogby ketika ditanya mengenai fakta keterlibatan CTA tersebut.

Namun ia menambahkan bahwa pengakuan Obama itu tetap merupakan "pernyataan yang sangat penting, itu adalah awal penutupan babak tersebut".(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009