Palu, Sulteng (ANTARA News) - Calon Presiden M Jusuf Kalla mengkritik pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Calon Presiden dari Demokrat tentang bisnis keluarga pejabat dengan menyebut orang yang melarang keluarga pejabat untuk berbisnis sebagai bertindak diskriminatif dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

"Kalau ada yang melarang keluarga pejabat, tidak boleh berdagang, itu justru diskriminasi yang luar biasa dan melanggar HAM," kata Kalla kepada wartawan usai bersilaturahmi di kediaman Habib Segaf Al-Jufri di Palu, Sulteng, Jumat.

Menurut Kalla, selama bisnisnya sesuai dengan aturan, maka tidak boleh dihalang-halangi, apalagi berbisnis juga merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW.

"Kalau dalam berbisnis mengikuti semua aturan yang ada, apa salahnya?" kata Kalla.

Kalla melanjutkan, jika tidak ada pedagang, maka siapa yang akan membayar pajak dan membuka lapangan pekerjaan.

Kalla juga menjelaskan, selama tidak ada aturan yang dilanggar maka keluarga pejabat sah berbisnis.

Dia lalu memberi perbanding profesi lain, seperti keluarga pejabat yang menjadi anggota TNI. "jadi selama tidak ada aturan yang dilanggar, maka semua memiliki hak dan kesempatan yang sama."

Sementara itu Juru Bicara Tim Sukses JK-Wiranto, Bambang Soesatyo, menyebut pernyataan Yudhoyono soal pejabat dan keluarganya yang berbisnis tak akan mampu mengelola negara, sebagai pernyataan tendensius yang harus diklarifikasi.

"Kendati tidak menunjuk hidung, pernyataan Capres SBY tentang bisnis keluarga telah memperdalam krisis itu, sangat tendensius," katanya.

Sebelumnya, Yudhoyono melontarkan pernyataan bahwa pejabat yang berbisnis bersama keluarga tidak akan mampu mengelola bangsa.

Bambang justru menilai Yudhoyono telah memanfaatkan kekuasaannya untuk menempatkan keluarga, kerabat, adik, kakak ipar, anggota tim sukses dan orang terdekatnya di posisi penting, strategis dan basah seperti jajaran TNI, perbankan, direksi dan komisaris sejumlah BUMN.

"Indonesia ke depan sangat membutuhkan pemimpin yang bebas KKN, berlatar belakang pebisnis yang memahami persoalan di lapangan dan memahami persoalan ekonomi guna pemulihan krisis," kata Bambang. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009