Buchenwald, Jerman (ANTARA News/AFP) - Presiden AS Barack Obama menyampaikan kembali komitmen bersejarah buat Israel dengan kunjungan ke bekas kamp Nazi, Jumat, tapi mendesak semua pihak di Timur Tengah agar berkorban demi perdamaian.

Dengan diapit oleh peraih Nobel dan penyintas Holocaust Elie Wiesel dan Kanselir Jerman Angela Merkel, Obama menjadi Presiden AS pertama yang mengunjungi kamp konsentrasi Buchenwald di Jerman tengah.

Obama mendengarkan dengan seksama penjelasan Wiesel mengenai hidup di kamp tersebut dan meletakkan karangan bunga berwarna putih di tempat itu guna mengenang lebih dari 56.000 korban sebelum mengunjungi krematorium dan barak di kamp tersebut.

Wiesel dibebaskan dari kompleks kamp Buchenwald pada April 1945 oleh tentara AS yang meliputi kakek-paman buyut Obama, Charlie Payne.

Payne, yang kini berusia 84 tahun dan tubuhnya sudah lemah, memutuskan untuk tidak menyertai Presiden AS tersebut ke Buchenwald, tapi dijadwalkan bergabung dengan Obama pada upacara peringatan ke-65 pendaratan D-Day di Normandy, Prancis, Sabtu.

Obama mengeluarkan kata-kata tajam selama kunjungan itu kepada mereka yang membantah pembantaian enam juta orang Yahudi oleh Nazi, tanpa menyebut Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, yang pada Selasa mencap Holocaust sebagai penipuan besar.

"Sampai hari ini, ada orang yang berkeras bahwa Holocaust tak pernah terjadi, suatu bantahan fakta dan kebenaran yang tanpa dasar dan dungu dan penuh kebencian," katanya.

"Tempat ini adalah bantahan utama semua pendapat itu --pengingat akan kewajiban kita untuk menghadapi mereka yang mengatakan kebohongan mengenai sejarah kita," kata Presiden AS tersebut.

Obama juga mengangkat kasus tanah-air Yahudi di Israel, yang baru dikunjunginya dalam rangkaian perjalanan diplomatik perdananya ke Timur Tengah, yang meliputi percekcokan terbuka dengan para pemimpin Israel mengenai kebijakan dan perlunya negara Palestina.

Sebelumnya ia mengatakan setelah pembicaraan di Dresden dengan Merkel bahwa ia percaya AS akan dapat menciptakan jalan guna meluncurkan kembali proses perdamaian antara Israel dan Palestina, tapi Washington tak dapat melakukannya sendirian saja.

"Saya kira saatnya adalah sekarang bagi kita untuk melaksanakan apa yang kita semua tahu sebagai kebenaran, yaitu masing-masing pihak harus membuat janji yang sulit," kata Obama.

"Akhirnya, Amerika Serikat tak dapat memaksakan perdamaian atas semua pihak. Namun apa yang telah kita upayakan ialah membersihkan beberapa salah pengertian sehingga kita setidaknya dapat memulai dialog yang jujur," katanya.

Ia kembali menyampaikan tuntutannya kepada Israel agar menghentikan perluasan permukiman di Tepi Barat Sungai Jordan tapi menambahkan bahwa ia "sangat bersimpatik" pada tekanan politik yang dihadapi oleh Perdana Menteri Israel Benajamin Netanyahu.

Dan ia mendesak tetangga Israel, Palestina serta Arab, agar melaksanakan tugas mereka dengan membuat "pilihan yang berat" guna meredam situasi di wilayah itu.

Sementara itu Merkel mengatakan ia percaya upaya Obama dapat maju ke arah penyelesaian dua negara di Timur Tengah. "Saya percaya bahwa dengan pemerintah baru Amerika, dengan Presiden Barack Obama, sesungguhnya terdapat peluang unik sekarang untuk melihat bahwa proses perdamaian ini --atau marilah barangkali kita lebih berhati-hati-- proses perundingan ini akan dapat dihidupkan kembali," katanya.(*)

Pewarta: Luki Satrio
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009