Serang (ANTARA News) - Gunung Anak Krakatau di Perairan Selat Sunda, selama lima hari terakhir tertutup kabut tebal sehingga pos pemantauan di Desa Pasauran, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang pun tak bisa melihatnya.

Kepala pengamat Pos Pemantauan Gunung Anak Krakatau di Desa Pasauran, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Anton Prambudi, Selasa, mengakui saat ini kondisi Anak Krakatau tidak terlihat akibat tertutup kabut tebal menyusul buruknya cuaca tersebut.

Namun demikian, kegempaan vulkanik Anak Krakatau terdiri dari atas vulkanik dalam, letusan, tremor dan embsuan terekam di pos pengamatan melalui alat seismograf.

Bahkan, sepanjang Selasa, kegempaan Anak Krakatau mencapai 827 kali, yakni vulkanik dalam sebanyak 37 kali, letusan 334 kali, tremor 291 kali dan embusan 165 kali.

Sejauh ini, kegempaan Gunung Anak Krakatau cenderung meningkat dan status masih dalam siaga atau level III.

"Pengunjung dan nelayan tidak diperbolehkan mendekati kawasan gunung, karena berbahaya terkena lontaran bebatuan pijar berupa batu dan kerikil," katanya.

Dia menyebutkan, Gunung Anak Krakatau yang telah menggegerkan dunia dengan kegempaan letusan dahsyat tahun 1883 hingga menewaskan 36.000 lebih warga pesisir Pantai Banten dan Lampung.

Bahkan, bunyi letusan Anak Krakatau terdengar sampai daratan Eropa seperti Inggris.

Akan tetapi, saat ini kegempaan letusan, tremor, vulkanik dalam dan embusan tidak membahayakan bagi warga pesisir Banten dan Lampung.

"Saya minta kepada masyarakat agar tidak terpengaruh oleh isyu soal aktivitas Anak Krakatau," katanya. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009