Padang (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Hasanuddin Said, menilai Rumah Sakit (RS) yang bertaraf internasional belum ada di Indonesia, baru sebatas penamaannya saja untuk mendongkrak tarif.

Pandangan itu disampaikan Ketua tim kunjungan kerja Komisi IX DPR RI itu ketika diminta tanggapanya, soal RS yang berlabel nasional dan internasional di Indonesia, usai menggelar pertemuan dengan jajaran muspida Pemprov Sumbar, di Padang, Selasa.

Rombongan kunjungan kerja Komisi IX DPR RI ke Sumbar berlangsung tiga hari (13-15/7), diikuti sebanyak 14 orang anggota dewan dan sejumlah pejabat dari departemen terkait di pusat dengan sejumlah agenda.

"Sekarang kalau kita tahu RS bertarap Internasional sebetulnya belum ada. Misalnya saja kasus RS Omni Internasional, hanya diungkapkan sebagian alatnya sudah disertifikasi," katanya.

Namun, ketika ditanya sudah ada atau belum sertifikasi Internasional dari lembaga yang berhak mengeluarkan dan jawaban manajemen RS Omni belum.

"Karenanya disarankan untuk diganti namanya, karena baru akan bertaraf internasional dan syarat-syaratnya belum dipenuhi," tambahnya.

Semestinya tidak boleh sembarangan menggunakan label RS Internasional, karena harus ada lembaga resmi mengeluarkan sertifikasi dan itupun dari luar negeri.

"Pendapat pribadi saya, bahwa ada kecenderungan sebagian pengelola RS untuk untuk mendokrak tarif saja, kalau Internasional tentu akan berbeda tarifnya dengan RS yang lainnya, sementara standar pelayanannya sama saja," katanya.

Menyinggung upaya penertibannya, Hasanuddin mengatakan, akan diakomodir dalam Undang-undang Kesehatan yang dalam waktu dekat akan disahkan.

Namun, untuk mengatur secara rincinya tentu harus ada Peraturan Pemerintah (PP) setelah disahkan UU Kesehatan tersebut.

Terkait, RS bertarap Internasiona harus ada memenuhi persyarakatan, alatnya bagaimana, ruang labornya dan pelayanannya bagaiman sehingga jelas.

"Sesunggunya RS sakit itu sama saja, berobat di RSUD kalau dioperasi bukan separo tetap sama dengan RS bertaraf Internasional, tetapi yang membedakannya hanya asesoris," kata anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat itu.

Menurut dia, kalau RS konveksional mungkin alatnya lebih canggih tetapi konsekwensinya jelas tarif tinggi, dibandingkan dengan rumah sakit umum lainnya.

Kunjungan kerja rombongan Komisi IX setelah pertemuan dengan unsur muspida Pemprov Sumbar, selanjutnya meninjau Rumah Sakit Dr. M Djamil Padang.

Kemudian ke Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumbar, serta meninjau Balai Latihan Kerja (BLK) Padang, selanjutnya pada Selasa (14/7) peninjauan RSUD Kota Sawahlunto.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009