Pekanbaru (ANTARA News) - Sejumlah aktivis lingkungan di Riau manyatakan kebakaran lahan di konsesi perusahaan Asia Pulp & Paper milik Sinar Mas Group telah memperparah kabut asap yang menyelimuti provinsi tersebut sejak beberapa hari terakhir.

"Kebakaran lahan di wilayah konsesi APP telah memeprparah kabut asap di Riau," kata Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Susanto Kurniawan, dalam siaran persnya di Pekanbaru, Senin.

Susanto menjelaskan, data satelit untuk enam bulan pada 2009 menunjukkan bahwa Provinsi Riau memiliki jumlah titik api kebakaran terbanyak di Indonesia, yakni 4.782.

"Dari jumlah tersebut hampir seperempatnya berasal dari kebakaran hutan dan lahan di Riau yang terjadi di dalam konsesi-konsesi yang terkait dengan perusahaan Asia Pulp & Paper milik Sinar Mas Group," kata Susanto mengutip temuan dan analisa LSM Eyes on the Forest (EoF) Riau.

Hal tersebut menambah masalah kabut asap regional dan perubahan iklim global serta menghancurkan hutan kaya-spesies di Cagar Biosfir yang baru dideklarasikan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) di Provinsi Riau.

Menurutnya, APP/SMG dan perusahaan tergabung dengan mereka seharusnya bertanggungjawab secara hukum mengingat mereka adalah pemegang izin konsesi lahan itu.

Kebakaran sering disengaja sebagai cara cepat dan mudah guna membersihkan lahan setelah hutan alam dibabat habis sebelum membangun perkebunan.

"Kami mengimbau APP/SMG untuk menghentikan pembangunan jalan-jalan baru menembus atau dekat hutan alam, menggali aliran kanal dan menebangi hutan gambut alam manapun. Semuanya itu mempermudah kebakaran," katanya.

Sementara Walhi Riau lebih meyoroti pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan APP/SMG, antara lain terkait dengan Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 yang melarang penebangan hutan alam pada lahan gambut berkedalaman lebih dari tiga meter.

Sejumlah LSM lingkungan menghimbau pemerintah melanjutkan proses temuan-temuan menyangkut investigasi pembalakan liar yang baru saja dihentikan. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009