Brisbane (ANTARA News) - Fenomena pemanasan dan perubahan iklim global yang antara lain ditandai dengan naiknya permukaan air laut akibat melelehnya sebagian bongkahan es di kawasan kutub mengancam banyak daerah tujuan wisata dunia.

Pakar Manajemen dan Pariwisata Universitas Lund Swedia, Stefan Gossling di Brisbane, Jumat (14/8) mengatakan, "Australia, Selandia Baru, dan negara-negara kepulauan kecil di Samudera India dan Samudera Pasifik tidak luput dari pengaruh pemanasan global ini."

Hal itu dikatakannya dalam seminar akademik Sekolah Pariwisata Universitas Queensland (UQ) bertajuk "Masa Depan Pariwisata: Perspektif Perubahan Iklim".

Laporan IPCC (Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim) 2007 misalnya, menyebutkan, suhu panas rata-rata Australia sejak 1950 naik dari 0,4 menjadi 0,7 derajat Celsius.

Australia juga mengalami lebih banyak gelombang panas, kekeringan panjang, naiknya permukaan air laut sekitar 70 mm, serta curah hujan yang lebih besar di wilayah barat laut tetapi lebih kecil di bagian selatan dan timurnya.

Gejala pemanasan global ini mengancam sejumlah kekayaan pariwisata Australia, seperti "Great Barrier Reef", hutan tropis basah Queensland, dan kawasan Taman Nasional Kakadu pada 2020, katanya.

Kawasan dunia lainnya tak luput dari ancaman pengaruh pemanasan global yang diyakini mayoritas ilmuwan sebagai "sesuatu yang nyata", kata Gossling.

Perubahan iklim global ini memberikan pengaruh langsung terhadap industri pariwisata, seperti berubahnya musim liburan, masa tinggal dan mutu liburan, katanya.

Untuk itu, diperlukan adaptasi terhadap daerah tujuan wisata yang saling terkait dengan perubahan permintaan akibat fenomena pemanasan dan perubahan iklim global ini, kata Stefan Gossling.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009