Urumqi (ANTARA News) - Lima orang tewas dalam kerusuhan pekan ini di kota Urumqi, China barat jauh, kata wakil walikota, Jumat, setelah hari ketiga protes yang dibubarkan oleh polisi dengan menembakkan gas air mata.

Pemrotes China Han berkumpul di ibukota wilayah Xinjiang itu, marah pada pihak berwenang yang mereka anggap gagal mengatasi serangan dengan jarum suntik dan lambat dalam mengajukan ke pengadilan orang-orang etnik Uighur yang dituduh melakukan kerusuhan mematikan pada 5 Juli.

Demonstrasi itu merupakan tantangan langsung yang hampir tidak pernah terjadi pada pemerintah oleh masyarakat perkotaan kelas menengah dan bisa menyulut kemarahan etnik ketika Beijing bersiap-siap menunjukkan prestasi China pada 1 Oktober, HUT ke-60 pemerintahan komunis.

Pasukan memblokade akses pemrotes ke daerah tetangga yang merupakan tempat tinggal etnik Uighur, warga muslim yang berbicara bahasa Turki yang merupakan penduduk asli di daerah yang kaya energi tersebut.

Menghadapi dukungan yang memburuk di kalangan penduduk mayoritas China Han, pemerintah Beijing mengirim Menteri Keamanan Umum Meng Jianzhu ke Urumqi, dimana ia mendesak para pejabat "memulihkan ketertiban sosial secepat mungkin".

Dari kelima orang yang tewas Kamis, dua adalah "warga sipil tidak berdosa", dan polisi masih menyelidiki orang-orang lain yang tewas, kata Deputi Walikota Zhang Hong pada jumpa pers. Ia tidak merinci kesukuan korban atau bagaimana mereka tewas.

Kamis, ribuan orang China Han menuntut pengunduran diri Sekretaris Partai Komunis di wilayah itu, Wang Lequan, tokoh berpengaruh yang memegang jabatan itu selama 14 tahun.

Protes-protes terakhir itu terjadi dua bulan setelah kerusuhan berdarah di wilayah tersebut.

Pada Juli lalu kota itu dilanda konflik mematikan antara orang-orang Han dan Uighur.

Beijing mengatakan, sedikitnya 197 orang tewas dalam kerusuhan pada 5 Juli di ibukota Xinjiang, Urumqi, antara orang-orang minoritas Uighur dan kelompok enik dominan China Han.

Kekerasan yang dialami orang Uighur itu telah menimbulkan gelombang pawai protes di berbagai kota dunia seperti Ankara, Berlin, Canberra dan Istanbul.

Orang Uighur berbicara bahasa Turki dan Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan adalah yang paling keras melontarkan kecaman dan menyebut apa yang terjadi di Xinjiang sebagai "semacam pembantaian".

Orang-orang Uighur di pengasingan mengklaim bahwa pasukan keamanan China bereaksi terlalu berlebihan atas protes damai dan menggunakan kekuatan mematikan.

Delapan juta orang Uighur, yang memiliki lebih banyak hubungan dengan tetangga mereka di Asia tengah ketimbang dengan orang China Han, berjumlah kurang dari separuh dari penduduk Xinjiang. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009