New York, PBB (ANTARA News/Reuters) - Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama pada Rabu menjanjikan era baru keterikatan AS dengan dunia melalui pernyataannya bahwa hanya dengan tindakan bersama umat manusia dapat mengatasi tantangan global yang menekan.

"Kita telah mencapai saat yang sangat penting. Amerika Serikat siap sedia memulai babak baru kerja sama internasional -- satu yang mengakui hak dan kewajiban semua bangsa," kata Obama dalam pidato pertamanya di Sidang Umum PBB sejak ia naik ke tampuk kekuasaan Januari.

Obama mendesak para pemimpin internasional untuk bersamanya dengan menyatakan AS tak dapat menanggung kewajiban sendiri.

Pemimpin AS itu, yang akan menjadi tuan rumah konferensi tingkat tinggi negara-negara Grup 20 di Pittsburg pekan ini, juga berjanji akan bekerja sama dengan sekutu untuk memperkuat regulasi keuangan guna "mengakhiri ketamakan, ekses dan penyalahgunaan yang menjerumuskan kita ke bencana."

Obama termasuk di antara pembicara utama pertama pada sidang PBB tahun ini, yang menghadirkan lebih 100 kepala negara dan pemerintahan untuk membahas isu-isu mulai dari proliferasi nuklir dan terorisme internasional hingga perubahan iklim dan kemiskinan global.

Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Venezuela Hugo Chavez dan Presiden Zimbabwe Robert Mugabe -- semua sebagai pengeritik kebijakan luar negeri AS -- dijadwalkan juga akan berpidato.

Sekjen PBB Ban Ki-moon, yang membuka pertemuan itu, mendesak para delegasi meletakkan perbedaan-perbedaan di belakang mereka.

"Jikalau ada saat untuk berbuat dengan semangat multilateralisme yang diperbarui -- saat menciptakan satu PBB dengan aksi kolektif -- sekaranglah waktunya," katanya.

Obama telah membawa nada baru dalam kebijakan luar negeri AS, dengan menekankan kerja sama dan konsultasi mengenai unilateralisme pendahulunya George W. Bush.

Presiden AS itu mendapat sambutan di pertemuan tersebut karena popularitasnya. Tapi pendekatan barunya belum banyak mencapai hasil kongkret.

Obama menggunakan pidatonya untuk menggambarkan daftar keinginan kebijakan luar negerinya mulai dari mendorong dukungan bagi sikap AS atas perang di Afghanistan dan masalah nuklir dengan Iran dan Korea Utara hingga upaya-upaya membawa perdamaian di Timur Tengah.

Sejauh ini semua isu tersebut belum banyak mencapai hasil yang diinginkan. (*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009