Jakarta (ANTARA News) - Diplomasi "Soft Power" diyakini dapat meningkatkan hubungan Indonesia dan negara-negara lain dengan memperlihatkan ide, gagasan dan nilai dalam profil politik luar negeri Indonesia sekarang ini, katapejabat Departemen Luar Negeri RI.

"Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia harus lebih mengutamakan diplomasi soft power daripada diplomasi hard power yang lebih menonjolkan kekerasan dan kekuatan," kata Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Departemen Luar Negeri (Deplu), Darmansjah Djumala, di Jakarta Rabu.

Ditemui seusai pembukaan diklat Sesparlu (Sekolah Staf dan Pimpinan Departemen Luar Negeri) serta Sesdilu keempat di Ruang Nusantara Deplu, ia menambahkan diplomasi "soft power" ini akan lebih mudah diterima oleh negara-negara lain karena dapat menjadi ajang untuk berteman antardiplomat.

"Jika mendekati orang dengan cara diplomasi soft power, akan lebih mudah diterima...kontak `People to people` lebih mudah untuk membangun persahabatan," katanya.

Dia menambahkan, sejumlah negara diundang untuk mengutus para diplomatnya mengikuti diklat yang diadakan Deplu.

Negara-negara yang diundang berasal dari kawasan Asia dan Afrika yang telah menjadi teman lama Indonesia dan mereka sama-sama memperjuangkan kemerdekaan pada tahun 1955.

Menurut dia, sejak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2007, program diklat ini telah menarik minat berbagai negara yang meminta untuk diundang berpartisipasi.

"Ini terbukti dari banyaknya permintaan dari negara lain untuk diundang mengikuti diklat di Indonesia. Mereka justru minta diundang dan juga menyebarkan adanya program ini ke negara lainnya," ujarnya.

Dalam pelaksanaan, materi yang diberikan di antaranya adalah tentang keadaan politik internasional, hukum internasional, serta profil politik luar negeri Indonesia.

Ia menjelaskan bahwa peserta dari negara-negara sahabat itu akan memberikan pandangan negaranya atas suatu permasalahan sehingga peserta Indonesia mendapatkan pandangan dari mereka tentang isu tertentu, dan dapat saling bertukar pandangan.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009