Salah satu upaya pemerintah untuk melindungi konsumen pangan adalah melalui Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2020.
Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 masih melanda Indonesia dan banyak negara lain di dunia, tapi sesuai fitrah, manusia tetap harus mengonsumsi makanan dan minuman untuk bertahan hidup.

Pandemi, sebagaimana definisinya, adalah sebuah penyakit yang melanda secara global, dan sangat terkait erat dengan kondisi bidang kesehatan.

Namun, pandemi juga memiliki kaitan dengan aktivitas sektor perekonomian, terutama rantai pangan dari produsen ke konsumen.

Karena itu Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi menilai sistem logistik sangat penting untuk menjamin stabilisasi pasokan dan harga pangan.

Agung memaparkan empat strategi yang dilakukan Kementan dalam menguatkan sistem logistik pangan nasional. Pertama, Kementan melakukan peningkatan produksi pada wilayah defisit dengan mendekatkan produksi ke konsumen.

Kedua, perbaikan sistem distribusi dengan meningkatkan kelancaran distribusi pangan yang meliputi program penyederhanaan rantai pasok dan intervensi distribusi, pengembangan nasional dan regional food hub serta pembangunan sistem jual beli e-commerce.

Baca juga: Teten dukung penguatan koperasi pangan antisipasi krisis pangan

Strategi yang ketiga adalah menguatkan kelembagaan distribusi pangan dengan berkoordinasi antarpelaku logistik yang meliputi program penguatan pelaku logistik, pembentukan lembaga logistik, dan harmonisasi peraturan dan kebijakan sistem logistik pangan

Strategi keempat yakni peningkatan konsumsi pangan lokal dengan yang meliputi pengembangan kawasan/UMKM dan kampanye gerakan konsumsi pangan lokal.

Regulasi pangan

Tidak hanya memperkuat jaringan logistik, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti  mengingatkan bahwa pemerintah perlu memaksimalkan sosialisasi regulasi terbaru terkait pengedaran pangan secara daring ke tengah masyarakat.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah mengundangkan Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan Secara Daring pada tanggal 7 April 2020.

Dengan demikian,  seluruh apotek, Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF), pelaku usaha dan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang menyelenggarakan peredaran obat dan makanan secara online harus menyesuaikan kegiatannya dalam memastikan keamanan obat dan pangan yang dijual dengan Peraturan Badan yang paling lambat tiga bulan sejak diundangkan atau pada 7 Juli 2020.

Baca juga: Ganjar Pranowo ajak petani tanam bahan pangan pendamping beras

Ira mengingatkan bahwa tren pemesanan makanan lewat aplikasi daring memang naik signifikan pada pasar Indonesia.

"BPS mencatat pemesanan makanan lewat aplikasi berkontribusi terhadap 27,85 persen dari seluruh penjualan e-commerce pada 2018," paparnya.

Selain itu, Berdasarkan data Kementerian Pertanian, konsumsi makanan olahan atau ultra-olahan meningkat sebesar 9,63 persen antara 2017 dan 2019.

Salah satu upaya pemerintah untuk melindungi konsumen pangan adalah melalui Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2020. Ira berpendapat, ini adalah langkah positif pemerintah untuk memastikan keamanan pangan yang dijual secara daring.

Sebelumnya, Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengungkapkan pentingnya pengelola pasar daring atau marketplace online menerapkan standar kualitas layanan dalam rangka meminimalkan keluhan konsumen.

Eko Listiyanto mengatakan bahwa saat ini standardisasi yang sudah ada di pasar daring terkait larangan penjualan untuk barang-barang tertentu, seperti senjata api. Namun untuk standar kualitas di pasar daring belum ada, yang baru tersedia adalah mekanisme terkait pengaduan konsumen.

Pangan sehat

Kondisi pandemi yang melanda berbagai kawasan di dunia juga membuat  masyarakat, termasuk di Indonesia, semakin berminat mengonsumsi pangan sehat dan berkualitas sebagai upaya menjaga daya tahan tubuh.

Direktur Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology Center (SEAFAST), Prof. Dr. Ir. Nuri Andarwulan mengemukakan hasil kajian pada 2020 yang bahwa terdapat perubahan gaya hidup pada masyarakat Indonesia selama masa pandemi COVID-19.

Baca juga: Pemerintah diminta antisipasi dampak kemarau terhadap sektor pertanian

Beragam perubahan gaya hidup itu antara lain mulai mencoba mengonsumsi menu makanan sehat (90 persen), serta menguji resep-resep makanan baru (61 persen).

"Kebiasaan makan sehat sudah banyak diterapkan oleh masyarakat. Namun, pandemi menyadarkan masyarakat untuk mengutamakan konsumsi makanan bergizi seimbang untuk meningkatkan imunitas tubuh," kata Nuri.

Ia memaparkan bahwa terdapat kebiasaan pola makan baru yang coba diperkenalkan yaitu mengonsumsi beragam makanan yang mengandung gizi seimbang, memperhatikan konsumsi GGL (gula, garam, lemak), mengatur jadwal makan besar dan snack, dan tidak lupa memerhatikan keamanan pangan.

Nuri juga menyampaikan lima kunci keamanan pangan yang harus diterapkan masyarakat sesuai standar WHO dan BPOM di Indonesia, di mana yang pertama, mencuci tangan dan peralatan masak sebelum mengolah makanan.

Kedua, memisahkan peralatan memasak seperti pisau dan talenan dan wadah untuk pangan mentah dan matang. Ketiga, memasak dengan benar dan matang.

Keempat, menyimpan makanan sesuai dengan suhu aman yang dianjurkan. Terakhir, selalu menggunakan air dan bahan makanan yang aman, yang bebas dari cemaran fisik, biologis, kimia berbahaya (pestisida, herbisida), dan menggunakan air jernih yang tidak berbau dan berasa.

Diminati konsumen

Sejumlah institusi seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan mengungkapkan sejumlah kiat agar pangan olahan komoditas perikanan dapat semakin diminati konsumen sehingga juga memperbesar potensi agar produk tersebut semakin laris di tengah masyarakat.

Kepala Badan Riset dan SDM KKP Sjarief Widjaja menyatakan hal utama yang harus diperhatikan tentu saja adalah memiliki cita rasa tinggi serta agar konsumen memiliki pilihan diharapkan dapat dibuat dalam berbagai varian rasa.

Baca juga: Pemerintah persiapkan lumbung pangan di Kalteng ditanam Oktober

Kemudian,  menurut dia, hal yang penting dilakukan adalah pemilihan bahan baku yang harus benar-benar segar, serta proses pembuatan yang benar dan menggunakan peralatan yang bersih dan higienis.

Selain itu, ia juga menekankan pada pengemasan, yaitu sebelum menjual produk olahan jadi, pelaku usaha harus memastikan bahwa produknya telah dikemas dengan baik.

Pada kemasan, lanjutnya, diharapkan menambahkan informasi cara memasak atau menggunakannya, kandungan nutrisinya, cara menyimpan, label SNI, izin edar BPOM, Dinas Kesehatan, dan Dinas Perdagangan.

Sjarief juga mengingatkan pentingnya daya tahan produk agar produk diolah dan dikemas dengan standar tertentu agar dapat bertahan lama saat disimpan di kulkas meskipun tanpa bahan pengawet buatan.

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR Ema Umiyyatul Chusna menginginkan berbagai Badan Karantina yang ada di sejumlah kementerian untuk dapat memperkuat pengawasan produk pangan impor dengan meningkatkan kewaspadaan sejak dini.

"Kami meminta Badan Karantina bekerja secara maksimal melakukan pengawasan, memastikan bahwa produk-produk impor yang masuk sudah berizin dan mempunyai sertifikat jaminan mutu," kata Ema Umiyyatul Chusna.

Politisi Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengingatkan bahwa Badan Karantina merupakan garda terdepan yang mengatur keluar masuknya produk dari dalam dan luar negeri, sekaligus benteng utama terhadap gempuran produk-produk asing.

Ema menekankan pula pentingnya pengawasan barang impor juga perlu dilakukan terhadap produk-produk luar negeri yang dilakukan melalui transaksi e-commerce.

Dengan fokus untuk meningkatkan kinerja logistik, regulasi yang tepat, proses pengolahan pangan yang baik dan benar, maka kualitas komoditas pangan juga dipastikan dapat betul-betul terjaga di tengah pandemi.

Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020