London (ANTARA News/AFP) - Harga minyak dunia, Selasa, tergelincir karena badai Ida melemah menjadi badai tropis, meredakan kekhawatiran tentang potensi ancaman terhadap instalasi minyak di Teluk Meksiko AS, kata para analis.

Kalangan pedagang juga mencerna permintaan minyak terbaru dan prakiraan harga dari Lembaga Energi International (IEA) yang merupakan LSM energi global yang menjadi penasehat negara-negara industri.

Kontrak utama minyak mentah jenis "light sweet crude" di New York untuk pengiriman Desember turun tipis 26 sen menjadi 79,17 dolar per barel.

Sementara harga minyak mentah Laut Utara Brent untuk pengiriman Desember turun 17 sen menjadi 77,60 dolar London perdagangan.

Harga minyak mentah berjangka kembali pulih, Senin, karen melemahnya dan kekhawatiran karena badai Ida berpotensi merusak, meskipun statusya diturunkan ke tropis badai.

"Harga minyak mentah (di New York) kembali ke level 80-dolar kemarin, tapi kemudian diperbarui di bawah tekanan jual lagi," kata analis Commerzbank, Carsten Fritsch.

"Topan Ida, yang menyebabkan harga naik kemarin, statusnya telah diturunkan menjadi badai tropis.

"Namun, dampak pengaruh badai terhadap produksi minyak dan gas di Teluk Meksiko masih negatif," kata Fritsch menambahkan.

Di tempat lain, IEA, Selasa, meramalkan bahwa harga minyak, diluar inflasi, akan menjadi 100 dolar AS per barel pada 2020 dan 115 dolar di tahun 2030, dan menambahkan bahwa permintaan akan meningkat satu persen per tahun.

Permintaan global akan meningkat dari 85 juta barel per hari di 2008 menjadi 105 jut aper barel di tahun 2030, dengan asumsi bahwa negosiasi mendatang mengenai pemanasan global di Kopenhagen tidak menghasilkan perubahan besar dalam kebijakan energi, kata IEA perkiraan.

Harga minyak tahun ini rata-rata akan sekitar 60 dolar per barel dengan latar belakang kegiatan ekonomi lemah, menurut IEA.

Harga kemudian akan meningkat seiring pemulihan ekonomi menjadi 115 dolar per barel dalam jangka waktu 20 tahun, dalam valuasi dolar yang konstan, yang berarti setelah dikeluarkan dari dampak dari inflasi, kata Badan Energi Internasional.

Sementara itu, negara-negara penghasil minyak utama takut KTT perubahan iklim PBB di Kopenhagen bulan depan bisa memutuskan pungutan pajak baru terhadap indsutri minyak dan gas, kata Menteri Energi Aljazair, Chakib Khelil, seperti dikutip di Minggu.

Khelil mengatakan kepada kantor berita Aljazair APS bahwa Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) khawatir pajak baru itu bisa memiliki "dampak negatif pada ekonomi mereka."

Khelil mengatakan Aljazair yang merupakan anggota OPEC akan berupaya menghalangi posisi umum menjelang konferensi Desember "dalam rangka untuk melindungi kepentingan mereka." (*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009