Semarang (ANTARA News) - Direktur Centre for Biomedical Research (Cebior) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang, Prof. Sultana M. Faradz mengatakan, terapi "stem cell" (sel punca) dari hewan berpotensi mengakibatkan kelainan sel.

"Saat ini dikenal ada tiga jenis terapi transplantasi atau pencangkokan sel punca," katanya usai seminar "Modern Biology and its Apllication: Focusing on Stem Cells and Human Genetics" di Hotel Patra Jasa Semarang, Minggu.

Ia menjelaskan, tiga macam terapi itu, adalah "autologos" yakni pencangkokan sel punca yang diperoleh dari pasien sendiri, "allogeneic" yang diperoleh dari orang lain, dan "xenotransplantasi", yakni pencangkokan sel punca dari binatang.

Sel punca merupakan sel induk yang belum mengalami diferensiasi sehingga mempunyai potensi untuk mengalami diferensiasi menjadi jenis sel lain dan menjadi sistem perbaikan tubuh, selama organisme yang bersangkutan hidup.

Menurut dia, ketiga macam terapi tersebut memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing, "autologos" tidak berpotensi mendapat resiko penolakan dari tubuh penderita sebab sel punca diambil dari pasien sendiri.

"Namun, pasien tentunya kurang nyaman, karena harus melalui proses pengambilan sel punca dari tulang pinggul atau tulang perisai dadanya," katanya.

Sedangkan "allogeneic", kata dia, pasien merasa lebih nyaman karena tidak diambil sel punca dari tulang pinggul atau tulang perisai dadanya, namun terapi ini memiliki resiko mendapat penolakan dari tubuh pasien.

"Jenis terapi sel punca ketiga, yakni `xenotransplantasi` hingga saat ini masih menimbulkan perdebatan di Indonesia, karena sel punca yang dipakai dari binatang belum tentu sel punca yang dapat terus menerus berkembang," katanya.

Terlebih lagi, efek samping transplantasi sel punca juga harus diwaspadai karena bisa menimbulkan teratoma atau kanker, dan kemungkinan terburuk dapat diperoleh apabila sel punca diperoleh dari hewan.

"Pencangkokan sel punca dari hewan bisa saja menimbulkan `chimeric` (ikatan) antara sel manusia dan sel hewan yang akan membentuk sel baru dan mempunyai fungsi berbeda," katanya.

Selain itu, kata dia, masuknya sel dari binatang yang merupakan produk luar negeri ke Indonesia belum melalui izin resmi dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), sehingga pelaksanaan "xenotransplantasi" belum diizinkan hingga saat ini.

Ia mengatakan, dalam tahap penelitian, terapi sel punca terbukti dapat menyembuhkan beberapa penyakit yang selama ini tidak dapat disembuhkan, antara lain diabetes melitus, infark jantung, alzheimer, dan parkinson.

"Namun, riset terapan atau penggunaan sel punca harus tetap mempertimbangkan tumbuhnya rasa tanggung jawab terhadap kemanusiaan dan pasien harus mendapatkan informasi tentang resiko terburuk yang akan dialami dari pengobatan ini," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009