Kupang (ANTARA News) - Pengamat hukum internasional Wilhelmus Wetan Songa, SH.MHum meminta Australia tidak mengusik hubungan baik antara RI-Timor Leste lewat "Balibo Five".

"Saat ini antara Indonesia dan Timor Leste sudah membangun hubungan baik sebagai negara tetangga, sehingga tidak perlu lagi diusik dengan film Balibo Five," kata dosen Fakultas Hukum Univesitas Nusa Cendana (Undana) Kupang itu, Minggu.

Menurut Wetan Songa, rencana pemutaran film "Balibo Five" di Indonesia sesungguhnya tidak mencerminkan sikap Australia dalam konteks hubungan bilateral.
"Pemutaran film Balibo Five itu hanya akan membuka luka lama yang sudah lama terkubur," katanya.

Kepala Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Undana itu menambahkan, kalaupun ada maksud lain dibalik rencana pemutaran film Balibo Five, tentunya Lembaga Sensor Film (LSF) sebagai lembaga yang paling berkompeten untuk bersikap apakah menerima atau menolak untuk diputar di Indonesia.

"LSF-lah yang paling berkompeten untuk menyensor setiap film yang hendak di tayang ke publik dan apakah dampak-dampak yang akan terjadi dari segi seni, pendidikan, politik, keamanan, pedamaian dan dampak lainnya dari sebuah film seterlah ditonton masyarakat," katanya.

Menurut Wetan, kalau dampak pemutaran film itu menganggu hubugnan bilateral antara Indonesia-Timor Leste maka sebaiknya ditolak sebelum segala sesuatu terjadi.

Penolakan ini pun bukan sikap pemerintah Indonesia seutuhnya tetapi menjadi sikap LSF sebagai lembaga teknis yang berkompeten.

"Jadi publik juga tidak berlebihan menarik kesimpulan terlalu dini dengan mengatakan Indoensia menolak film 'Balibo Five' diputar negara kepulauan ini, karena tidak pada tempatnya," katanya.

Ia menegaskan, persoalan buruk masa lalu antara Indonesia-Timor Leste sudah dikubur semuanya oleh kedua negara, sehingga Australia tidak perlu lagi membuka lembaran masa lalu lewat Balibo Five.

"Tewasnya lima orang wartawan Australia dalam insiden Balibo, merupakan risiko dari para jurnalis dalam menjalankan tugas peliputan di daerah konflik," katanya.(*)

Pewarta: Luki Satrio
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009