Serang (ANTARA News) - Puluhan perempuan dari Departemen Kemuslimahan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Banten, berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Banten sebagai bentuk aksi simpatik refleksi memperingati hari Ibu 22 Desember 2009 di Serang, Selasa.

Puluhan wanita yang sebagian besar para mahasiswa tersebut, menyampaikan aspirasi dan pernyataan sikapnya di depan pintu gerbang kantor Gubernur Banten yang dijaga puluhan aparat keamanan.

Mereka menyampaikan pernyatan sikap dengan membawa poster bertuliskan seruan agar menghentikan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap kaum ibu atau wanita.

"Hentikan segala bentuk diskriminasi, eksploitasi dan kriminalisasi wanita dan selamatkan perempuan dari anarkisme pornografi dan pornoaksi," kata kordinator pengunjuk rasa Nurul Hasanah.

Ia mengatakan, begitu besar peranan wanita dalam membangun generasi bangsa. Bahkan terlibat langsung dalam perubahan pembangunan bangsa diantaranya yang termasuk saat ini berada di jajaran kabinet Indonesia bersatu II, lima menteri diantaranya adalah kaum wanita.

Namun demikian, dengan sederet prestasi para wanita Indonesia tidak juga membuat kebanyakan wanita Indonesia lainnya juga hidup lebih baik, karena masih banyak wanita yang menjadi korban kekerasan dan anarkisme serta tidak terlepas dari kemiskinan.

"Kita berkaca dari kasus Prita dan Minah akhir-akhir ini, dua wanita tersebut merupakan wanita korban kriminalitas hukum terhadap wanita dan kaum miskin," kata Hasanah.

Dalam orasinya para pengunjuk rasa juga mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah gubernur Banten yang selama ini belum berpihak kepada para wanita, terutama mereka yang ada di daerah pinggiran di Banten.

Di daerah-daerah Banten masih banyak wanita yang belum diberdayakan serta tingginya tindak kekerasan terhadap kaum wanita. Namun kebijakan pemerintah Banten selama ini dinilai belum begitu berpihak kepada wanita.

Padahal, kata dia, ada dua pucuk pimpinan di Banten yang dipegang oleh wanita yakni Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan Kapolda Banten Brigjen Pol Rumiah. Tetapi dengan adanya dua pucuk pimpinan di Banten oleh wanita, tidak juga membuat para wanita umumnya di Banten hidup lebih baik.

Usai menyampaikan pernyataan sikapnya dan aksi simpatik dengan membagikan setangkai bunga kepada warga, para pengunjuk rasa akhirnya membubarkan diri karena mereka gagal bertemu Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah kerena sedang tidak berada di tempat.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009