Jombang (ANTARA News) - Putri almarhum mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yakni Zannubah Arifah Chafsoh (Yenny Wahid) mengingatkan tiga pesan Gus Dur kepada puluhan ribu orang yang menghadiri peringatan tujuh hari wafatnya almarhum.

"Banyak hal yang dapat dijadikan suri tauladan dari Gus Dur, sehingga Gus Dur menjadi dekat di hati banyak orang dan akhirnya banyak orang yang merasa kehilangan," katanya di hadapan massa yang datang ke Pesantren Tebuireng, Jombang, Jatim, Selasa malam.

Didampingi kakaknya Annisa mewakili keluarga Gus Dur, Yenny mengaku keluarganya yang kehilangan Gus Dur merasa terobati dengan banyaknya orang yang merasa kehilangan almarhum.

"Karena itu, kita harus meneladani beliau. Ada tiga pesan Gus Dur yang perlu kita teladani yakni keihlasan, ilmu dan ahlak, serta berani menegakkan keadilan," katanya.

Menurut dia, keihlasan yang ditunjukkan Gus Dur adalah bertindak tanpa pernah pamrih, bahkan Gus Dur tidak pernah memikirkan diri sendiri, melainkan semuanya untuk masyarakat.

"Selelah apa pun atau sesibuk apa pun, Gus Dur selalu datang untuk memenuhi undangan orang, apakah orang itu punya jabatan atau tidak, apakah orang itu tinggal di kota atau di gunung-gunung," katanya.

Oleh karena itu, katanya, Gus Dur itu ibarat samudra yang menjadi muara dari kali atau sungai kecil, sehingga semua hal ditampung oleh samudra, apakah hal yang baik ataukah hal yang buruk.

"Samudra pun menampung hal baik dan buruk itu untuk kemudian diserap matahari dan akhirnya diturunkan dalam bentuk hujan yang menyuburkan bumi, karena itu Gus Dur nggak mau dipuji, bahkan caci maki juga diterima. Semuanya dilakukan dengan ihlas untuk ridlo Allah SWT," katanya.

Teladan lainnya, ilmu dan ahlak. "Di tengah operasi menjelang meninggal dunia, Gus Dur masih minta buku dalam rekaman. Artinya, hingga menjelang meninggal dunia pun Gus Dur masih mementingkan ilmu. Itu harus diteladani anak zaman sekarang," katanya.

Tentang ahlak, Gus Dur mengajarkan pentingnya dekat dengan ulama, karena bila dekat dengan ulama, maka ahlak akan terjaga.

"Dalam konteks ahlak, Gus Dur pernah menceritakan Pandawa dan Kurawa dalam dunia pewayangan selalu digambarkan orang baik dan orang jelek, padahal Kurawa juga perlu dirangkul, karena Kurawa adalah orang jelek yang ingin memperbaiki ahlak untuk menjadi Pandawa," katanya.

Tentang keberanian menegakkan kebenaran, katanya, Gus Dur selalu tampil di depan untuk membela orang yang teraniaya.

"Itu artinya, Gus Dur mengingatkan para pemimpin agar setiap kebijakan yang dibuat tetap mengacu kepada kesejahteraan rakyat," katanya.

Peringatan tujuh hari wafatnya Gus Dur diawali dengan pembacaan tahlil (doa, zikir, dan wirid) yang dimulai sejak pukul 19.50 WIB, namun hingga acara menjelang berakhir pada pukul 22.00 WIB tampak massa masih terus berdatangan.

Massa yang datang tidak hanya berasal dari berbagai daerah di Jawa Timur, namun juga ada yang datang dari Jateng, Jabar, Jakarta, dan bahkan Sulawesi, Bali, dan NTB.

Dalam acara yang diawali dengan pembacaan yasin yang dipimpin ustaz Abdul Afif dan pembacaan tahlil yang dipimpin KH Masduqi Al Hafiz itu, budayawan Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) tampil melantunkan selawat kesukaan Gus Dur dan cerita tentang Gus Dur, terutama makna "Gitu Aja Kok Repot" dan pluralisme yang dikembangkan Gus Dur.

Presiden ke-4 RI itu dilahirkan di Jombang pada 4 Agustus 1940 dan meninggal dunia di RSCM Jakarta pada 30 Desember 2009. Almarhum meninggalkan seorang istri dan empat anak perempuan.(*)

Pewarta: Luki Satrio
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010