Medan (ANTARA News) - Alat tangkap ikan sejenis pukat harimau (trawl) yang masih beroperasi di perairan Sumatera Utara (Sumut) dewasa ini diperkirakan mencapai ribuan jumlahnya dan kegiatan ini sangat meresahkan nelayan tradisional di provinsi itu.

"Alat tangkap itu tidak hanya merugikan nelayan, tetapi juga dapat merusak sumber hayati dan lingkungan hidup," kata Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumut, Ihya Ulumuddin di Medan, Kamis, ketika ditanyakan mengenai keberadaan alat tangkap tersebut.

Untuk itu, menurut dia, jaring pukat harimau yang masih terus digunakan nelayan di Sumut harus ditertibkan, dan bila perlu nelayan yang masih membandel diberikan sanksi hukum yang tegas sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Pelarangan nelayan menggunakan pukat harimau itu, berdasarkan Keppres Nomor 38 Tahun 1980 dan UU Nomor 31 Tahun 2004, tentang Sumber Hayati Laut.

Dalam ketentuan UU Nomor 31 tahun 2004 itu, nelayan yang terbukti dan kedapatan mengggunakan pukat harimau tesebut dapat diganjar hukuman lima tahun penjara dan denda sebesar Rp2 miliar.

"Hukuman yang cukup berat diberikan terhadap nelayan yang melanggar ketentuan itu, tujuannya agar dapat membuat efek jera, sehingga tidak mengulangi lagi perbuatan salah tersebut," kata Ulumuddin.

Selanjutnya ia menjelaskan, kegiatan pukat harimau di Sumut selama ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau terselubung dan tidak diketahui petugas keamanan di laut.Operasi kapal ikan menggunakan jaring pukat harimau itu, biasanya di tengah laut, seperti yang terdapat di perairan Asahan dan Tanjung Balai.

Bahkan operasi pukat harimau itu mereka lakukan di pagi hari, saat petugas keamanan sedang lengah atau pulang ke posko.

"Kapal ikan yang menggunakan pukat harimau itu, cukup cerdik dan nelayannya beroperasi secara berpindah-pindah agar tidak diketahui petugas," ujarnya.

Ditanya mengenai kapal pukat harimau yang masih beroperasi di perairan Sumut, Ulumuddin mengatakan, tidak hanya di perairan Asahan, Tanjung Balai, tetapi juga di perairan Langkat, Tapanuli Tengah, Nias dan daerah lainnya.

"Kapal nelayan yang menggunakan alat tangkap pukat harimau itu cukup banyak memperoleh hasil tangkapan, seterusnya ikan tersebut di ekspor ke luar negeri dan sebahagian lagi dijual di dalam negeri," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010