Sangata, Kalimantan Timur (ANTARA News) - Aksi pemblokiran jalan perusahaan batubara PT. Indominco Mandiri yang dilakukan kelompok tani Sumber Rezeki dan kelompok tani Lestari Dayak Ung sepekan terakhir masih berlangsung .

Aksi pemblokiran sebagai buntut dari tuntutan ganti rugi lahan tersebut masih berlangsung pada Selasa karena pembahasan di DPRD Kutai Timur yang melibatkan petani dan manajemen perusahaan tidak membuahkan hasil.

Padahal pihak DPRD, Pemkab Kutim, Kapolres, dan Dandim setempat melakukan pembahasan dengan melibatkan kelompok tani serta manajemen PT. Indominco Mandiri untuk menuntaskan masalah yang sebenarnya sudah terjadi beberapa tahun lalu.

Wakil Ketua DPRD Kutim, Suardi, memimpin rapat dewan di bukit pelangi sejak pagi, namun sampai pukul 16. 30 wita tidak juga bisa mencapai titik temu yang bisa diterima petani dan manajemen.

Aksi pemblokiran jalan oleh puluhan petani itu sempat memanas karena mulai mendapat reaksi dari seluruh perwakilan organisasi buruh dan perusahaan kontraktor perusahaan yang mendesak agar aparat keamanan bertindak tegas.

Mereka mengaku kecewa atas sikap kelompok tani yang tidak merespon hasil kesepakatan ganti rugi yang harus dituntaskan melalui perundingan karena sejak 21 Januari 2010 melakukan aksi dengaqn menutup jalan utama keluar-masuk perusahaan.

Tindakan itu dinilai perwakilan buruh dan kontraktor sangat menganggu dan merugikan baik moril maupun materil bagi PT. Indominco maupun kontraktor

Wakil organisasi buruh dan kontraktor membuat surat pernyataan sikap bersama yang mendesak pihak kepolisian Kutim dan Kota Bontang mengambil tindakan tegas. Jika tidak, mereka mengancam melakukan aksi tandingan untuk membubarkan massa yang memasang portal di jalan utama perusahaan tersebut.

Perwakilan buruh dan kontraktor mengancam agar aksi pemblokiran jalan itu diakhiri dan jalan harus dibuka pada 27 Januari 2010 pukul 06.30 wita.

Wakil Ketua DPRD Kutim menyatakan bahwa persoalan tersebut adalah kasus sudah lama yang seharusnya segera dituntaskan.

Petani menuntut ganti rugi lahan mencapai Rp5 juta per hektar, sedangkan pihak perusahaan bersedia hanya Rp1 juta per hektar. Perusahaan beralasan ganti rugi Rp1 juta per hektar itu sesuai surat bupati Kutim.

"Masalah ini kalau memang ingin segera dituntaskan dapat dilaksanakan jika pihak perusahaan tidak terlalu berpatokan kepada surat bupati itu," katanya.

Ia mengharapkan agar persoalan itu dituntaskan secara baik agar dunia usaha serta kondisi keamanan di Kutai Timur tidak terganggu.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010