Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi menyatakan tidak mempersoalkan cara pemilihan ketua umum PBNU pada muktamar NU mendatang, apakah dipilih langsung atau ditunjuk jajaran syuriah yang dikenal dengan istilah "ahlul halli wal aqdi".

"Silakan pilih apa saja, tapi di belakang itu harus ada yang memikirkannya," kata Hasyim saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I Majelis Alumni IPNU di Jakarta, Minggu.

Hanya saja, lanjut Hasyim, jika yang diinginkan adalah model ahlul halli wal aqdi, maka perlu pengkondisian terlebih dulu agar tidak ditolak pengurus wilayah dan cabang yang merasa haknya terampas.

Selama ini ketua umum PBNU dipilih secara langsung oleh pengurus wilayah dan cabang yang memiliki hak suara dalam muktamar. Model ahlul halli wal aqdi pernah digunakan saat muktamar NU di Situbondo tahun 1984 yang menempatkan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi ketua umum menggantikan KH Idham Cholid.

Menurut Hasyim, saat itu model ahlul halii wal aqdi memang telah dikondisikan, yakni telah diputuskan sebelumnya di dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama pada 1983, termasuk sejumlah kiai yang diberi wewenang untuk memilih ketua umum PBNU.

"Kalau sekarang diterapkan, siapa kiai yang akan memilih, bisa ribut sendiri," kata Hasyim yang dalam muktamar mendatang akan mengakhiri periode kedua kepemimpinannya sebagai ketua umum PBNU tersebut.

Menjelang Muktamar ke-32 NU di Makassar, 22-27 Maret 2010, wacana penggunaan model ahlul halli wal aqdi untuk memilih ketua umum PBNU kembali mengemuka. Salah satu pengusungnya adalah Majelis Alumni IPNU.

Menurut Sekjen MA IPNU Asrorun Ni`am Sholeh, penggunaan model ini merupakan refleksi dari perjalanan NU sebagai organisasi ulama sekaligus upaya untuk meningkatkan peran syuriyah NU.

Ia mengusulkan, teknis pemilihan dengan pola tiap-tiap wilayah dan cabang NU nanti akan menetapkan sembilan nama. Dari hasil rekap akan dicari 33 nama ulama yang akan menjadi ahlul halli wal aqdi melalui sistem suara terbanyak.

"Baru setelah itu 33 orang ahlul halli wal aqdi yang menjadi anggota Majelis Syuriyah akan menetapkan ketua pelaksana harian PBNU dengan dibantu wakil-wakil ketua bidang. Jadi pelaksana harian itu hanya menjalankan kebijakan dan garis yang ditetapkan syuriyah," kata pengasuh Pesantren Model al-Nahdlah Depok itu.

Dengan sistem pemilihan secara paket, tambahnya, semangat kebersamaan akan semakin terjaga dan fragmentasi akan terminimalisasi.(*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010