Padang (ANTARA News) - Hampir seluruh produk perikanan asal Indonesia yang memasuki pasar China pada tahun 2010 diturunkan tarif bea masuknya menjadi nol persen dari tarif normal sekitar 17,5 persen.

"Penurunan tarif tersebut diperoleh dari kesepakatan yang tertuang dalam ASEAN - Cina Free Trade Agreement (ACFTA)," kata Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi Kemen KP, Soen`an H. Poernomo, dalam siaran persnya diterima ANTARA, Rabu.

Penurunan tarif tersebut diperoleh dari kesepakatan yang tertuang dalam ASEAN - China Free Trade Agreement (ACFTA).

Soen`an menambahkan, reduksi tarif bea masuk untuk produk perikanan ini diharapkan akan memperlancar arus barang produk perikanan antar negara-negara ASEAN dan China.

"Produk-produk perikanan yang masuk dalam kategori direduksi tarif bea masuknya ada yang diberlakukan sejak tahun 2006, antara lain adalah ikan hidup, ikan beku, dingin dan beku atau produk dengan kode HS 03," katanya.

Sedangkan kategori produk-produk itu, disebut sebagai produk yang diperjanjikan melalui skema Early Harvest Programme (EHP).

Sementara reduksi tarif bea masuk produk perikanan antar ASEAN dan Cina tersebut mendahului sektor-sektor lainnya yang baru diimplementasikan pada tahun 2010.

"Dalam perjanjian perdagangan barang ACFTA, pengurangan tarif barang lainnya dibagi menjadi dua kategori yakni normal track dan sensitive track di luar EHP," katanya.

Ia menjelaskan, untuk produk yang termasuk dalam "normal track tariff", pengurangan bea masuk menjadi nol persen dilakukan mulai tahun 2010, sementara untuk "sensitive track list", terdapat empat produk perikanan yakni udang olahan yang pengurangannya baru akan diberlakukan pada tahun 2018.

Selain produk perikanan yang dimasukan ke dalam sensitive tersebut, terdapat lima produk perikanan yang masuk ke dalam skema normal track 2 seperti mutiara dan minyak hati ikan. Kelima produk tersebut pengurangan tarif bea masuknya baru akan diberlakukan pada tahun 2012.

"Artinya pelaksanaan ACFTA untuk sektor perikanan berdampak pada peningkatan perdagangan dan penurunan tarif bea masuk serta kerjasama investasi," katanya.

Sebagai ilustrasi, tambahnya, nilai ekspor perdagangan produk perikanan Indonesia ke Cina pada tahun 2009 diperkirakan sebesar 100,4 juta dolar AS dan nilai impor sebesar 28,8 juta dolar AS.

Sedangkan rata-rata kenaikan nilai ekspor produk perikanan ke Cina tahun 2006 - 2008 adalah sebesar 67,4 persen dan nilai impor sebesar 71,3 persen.

Karena itu, dalam rangka mengurangi dampak negatif dari pelaksanaan ACFTA bagi produk perikanan dibutuhkan adanya peningkatan pengawasan dan pengendalian impor melalui penyusunan peraturan menteri mengenai pengendalian sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan, tegas Fadel.

Selain itu, Menteri Kelautan dan Perikanan bersama dengan Menteri Perdagangan juga perlu untuk menerbitkan dan mengawasi pelaksanaan Surat Keputusan Bersama tentang larangan sementara impor udang vaname.

Disamping itu, pembentukan tim pemantau ACFTA serta kampanye secara masal dan berkelanjutan tentang promosi cinta produk dalam negeri terutama produk perikanan juga termasuk upaya untuk mengeliminir dampak negatif diberlakukannya ACFTA.
(T.F011/ R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010