Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung (Kejagung) berharap Menteri Keuangan (Menkeu) dalam sebulan sudah bisa memberikan Surat Kuasa Khusus (SKK) untuk menggugat obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) BDNI, Syamsul Nursalim terkait dugaan tunggakan (wanprestasi) Rp4,758 triliun.

"Sampai sekarang masih dibicarakan di tingkat menkeu (pemberian SKK), dalam sebulan diharapkan sudah ada sikap pemberian SKK," kata Jaksa Agung, Hendarman Supandji dalam jumpa pers Program 100 Hari Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II, di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan sebelum diterbitkannya SKK Menkeu tersebut, instansi terkait yang terdiri dari Kejagung, Depkeu dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), membentuk tim yang bertugas untuk melakukan penilaian yuridis dan akutansi.

"Serta melakukan penghitungan kembali mengenai jumlah sisa kewajiban sebesar Rp4,758 triliun," katanya.

Dikatakan, Kejagung sendiri sudah membentuk tim internal penanganan kasus itu. "Pembentukan tim itu sudah diinformasikan kepada Depkeu," katanya.

Masih adanya utang bos Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), Syamsul Nusalim, terungkap dalam persidangan Jaksa Urip Tri Gunawan terkait kasus suap dari Artalyta Suryani alias Ayin sebesar 660 ribu dolar AS, di Pengadilan Tipikor pada Mei 2008.

Majelis hakim menyatakan pemilik BDNI itu masih berutang sebesar Rp4,76 triliun, dan seharusnya mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Kemas Yahya Rahman, mengumumkan wanprestasi Syamsul Nursalim tersebut namun kenyataannya tidak.

Akibatnya Kemas Yahya Rahman dan M Salim (mantan Dirdik), serta Jamdatun--saat itu--Untung Udji Santoso, dicopot dari jabatannya.

Kasus itu terjadi pada 1997, saat Bank Indonesia (BI) mengucurkan kredit kepada PT BDNI sebesar Rp37,039 triliun dan sebagai pemegang saham pengendali (PSP) adalah Syamsul Nursalim.

Pada 20 Agustus 1998, PT BDNI dinyatakan sebagai bank beku operasi (BBO), berdasarkan Keputusan BPPN Nomor 43/BPPN/1998 tentang Pembekuan PT BDNI dalam Rangka Program Penyehatan Perbankan Nasional, karena PT BDNI tidak dapat melakukan kewajibannya dalam pengembalian kredit.

Berdasarkan hasil perhitungan ulang yang dilakukan oleh Ernst & Young terdapat kekurangan kewajiban pemegang saham senilai Rp4,758 triliun.
(T.R021/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010