Magelang (ANTARA News) - Pihak Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) tidak memasalahkan patung berjudul "Sinar Hati Gus Dur" yang berbentuk mirip Buddha namun berwajah mantan Presiden RI, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu.

"Sebenarnya secara ajaran tidak masalah, cuman tidak etis, mungkin karena tidak mengerti saja, hal ini tidak usah dibesar-besarkan," kata Ketua DPD Walubi Jawa Tengah, David Hermanjaya, di sela perayaan Imlek, di Kelenteng Liong Hok Bio Kota Magelang, di Magelang, Sabtu menjelang tengah malam.

Saat peringatan 40 hari wafat Gus Dur, sejumlah seniman Magelang membuat patung Gus Dur, Jumat (5/2) di Studio Mendut, sekitar tiga kilometer Timur Candi Borobudur, milik seniman Sutanto Mendut.

Salah seorang pematung, Cipto Purnomo, membuat patung berjudul "Sinar Hati Gus Dur" yang berbentuk mirip Sang Buddha dengan wajah Gus Dur berkaca mata. Seniman lainnya membuat patung "Gunung Gus Dur" (Ismanto), "Presiden Di Sarang Penyamun" (Samsudin), dan "Gladiator Gus Dur" (Sujono).

Pihak DPP Pemuda Theravada Indonesia memrotes karya Cipto itu karena dianggap melecehkan simbol agama Buddha.

Pada Jumat (12/5) kalangan seniman petani Magelang yang tergabung dalam Komunitas Lima Gunung Magelang menggelar pentas ritual sebagai simbol penutupan patung itu.

Patung berbahan batu alam warna putih dengan lubang di dada yang dipasang properti lampu listrik warna hijau itu kini telah ditutup dengan tumpukan dahan berbentuk gunungan.

Di bagian bawah gunungan dahan itu terpasang sejumlah tulisan yakni "Patung ditutup untuk umum", "Menunggu usulan bijak patung ini sebaikknya dibagaimanakan?", "Akan menyerahkan pertimbangan kepada pihak yang kompeten", "Mohon maaf kepada yang tidak berkenan atas kelemahan kami", dan "Demi pembelajaran kami yang warga dusun gunung yang sangat butuh pencerahan (manusia jauh lebih penting dari patung)".

Patung itu sebagai suatu karya seni, katanya, jangan dirusak.

"Sebagai karya seni, tetap disimpan. Kalau sudah tahu bahwa itu suatu kesalahan, yang penting jangan membuat kesalahan yang sama," katanya.

Ia menjelaskan, umat Buddha mengutamakan ajaran luhur Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari terutama menentang berbagai kebiasaan yang tidak benar.

Ia mengaku, hingga saat ini belum melihat secara langsung patung tersebut.

"Saya belum lihat, saya akan lihat, saya tidak ingin komentar banyak karena belum lihat," katanya.

Pada kesempatan lain, Cipto menyatakan, meminta maaf jika karyanya telah menyinggung umat Buddha.

Tetapi, katanya, dirinya membuat patung itu sama sekali tidak bermaksud menghina umat Buddha.

Karya itu, katanya, sebagai simbol kebaikan Gus Dur selama hidupnya yang juga diperjuangkan oleh Buddha Gautama.

Cipto adalah pematung yang tinggal di kawasan Candi Borobudur. Pada Tahun 2009, dirinya memperoleh penghargaan Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) atas karya patung Buddha terkecil di Indonesia berukuran 8x5x4 milimeter menggunakan bahan emas.

Pengasuh Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam Tegalrejo, Kabupaten Magelang, KH Muhammad Yusuf Chudlori, menilai, tidak ada maksud Cipto untuk melecehkan agama tertentu.

"Tidak ada niat untuk melecehkan agama lain karena Gus Dur itu pluralis dan tidak pernah melecehkan agama lain juga, karya itu maksudnya sebagai ekspresi seni. Tetapi senimannya harus minta maaf kalau ternyata karyanya dianggap menyinggung pihak lain. Pihak yang tersinggung juga harus bisa memahami," katanya.

Sutanto juga menyatakan, karya patung itu tidak untuk menghina agama lain.

"Tetapi demi kebaikan bersama, kami memutuskan menutup patung itu untuk umum. Kami tidak tahu sampai kapan patung itu akan ditutup," katanya.
(U.M029/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010