Jakarta, 23/2 (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyatakan, tidak akan tinggal diam meskipun bila Rancangan Peraturan Menteri (RPM) Konten batal untuk ditindaklanjuti.

"Misalnya nanti tidak ada PM Konten, bukan berarti kami tinggal diam," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo, Gatot S. Dewa Broto, di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan, pihaknya akan mengupayakan pola lain sebagai alternatif untuk mengintensifkan penggunaan internet sehat.

Belum lama ini, Rancangan Peraturan Menteri Kominfo Mengenai Konten Multimedia (RPM Konten) mendapat sambutan pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Tifatul Sembiring, pun menyatakan bahwa bila RPM tersebut jelas bertentangan dengan UU Pers dan UUInformasi dan Transasksi Elektronik (ITE), maka tidak akan dilanjutkan pembahasannya.

"Jadi tidak hanya dari kami saja tetapi juga pemangku kepentingan yang lain harus turut serta mengintensifkan penggunaan internet sehat dengan tujuan membuat internet yang lebih produktif," katanya.

Ia mencontohkan, dalam kasus menghadapi Film Fitna dan kartun Nabi Muhammad SAW beberapa waktu lalu hampir pasti membutuhkan respon yang bijak dan tegas.

"Dalam mengatasi masalah yang muncul seperti film itu, kita harus ambil solusi duduk bareng sehingga sebelum keluar surat kami duduk bareng dengan pemangku kepentingan yang lain," katanya.

Meski begitu, pihaknya menyampaikan terima kasih kepada seluruh elemen masyarakat yang telah memberikan tanggapan terkait uji publik RPM Konten.

"Kepada mereka yang sudah menyampaikan tanggapan apapun bentuknya, kami ucapkan terima kasih," katanya.

Pada 17 Pebruari 2010, pihaknya telah mengadakan jumpa pers terkait RPM Konten dilatar-belakangi oleh berbagai perkembangan yang muncul pada beberapa hari terakhir di mana Kementerian Kominfo telah menerima sejumlah sorotan, kritikan, dan bahkan penolakan terhadap penyusunan RPM itu.

RPM tersebut pada dasarnya sudah dirancang sejak 2006. Namun demikian belum dapat dilanjutkan penyusunannya, karena acuan utamanya masih sebatas UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

Namun demikian, penyusunan RPM baru diteruskan kembali dengan berbagai penyempurnaan setelah adanya UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang disahkan dan mulai berlaku sejak tanggal 21 April 2008.

Gatot mengatakan, maksud dari pembentukan RPM ini adalah untuk melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik, Dokumen Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum.

Sedangkan, ia mengemukakan, tujuan dari pembentukan RPM ini adalah untuk memberikan pedoman kepada penyelenggara untuk bertindak secara patut, teliti, dan hati-hati dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya yang terkait dengan konten multimedia. Dengan demikian, tujuan utama RPM ini untuk penggunaan internet yang produktif dari aspek ekonomi, sosial dan budaya.

Penyusunan RPM ini dilatar-belakangi oleh kondisi faktual, bahwa konten internet selain memiliki manfaat positif yang besar, juga mengandung resiko yang berdampak negatif.

Sejauh ini RPM ini belum pernah dibahas dalam tataran pemerintah dan belum pernah disampaikan kepada Presiden RI, karena masih dalam pengkajian dan uji publik. Tetapi seandainya nantinya ditemu-kenali tumpang tindih dengan UU ITE, maka RPM ini akan dipertimbangkan untuk dibatalkan.
(T.H016/F004/P003)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010