Jakarta (ANTARA News) - Fraksi Partai Demokrat (FPD) DPR RI menyatakan, langkah pemerintah bersama otoritas moneter mengatasi persoalan Bank Century sudah tepat dan berhasil menghindarkan Indonesia dari ancaman dampak krisis global tahun 2008.

Demikian pandangan akhir FPD yang disampaikan juru bicaranya Achsanul Qosasih dalam rapat Panitia Angket Kasus Bank Century DPR RI di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa malam.

FPD menyatakan, ancaman dampak krisis global tahun 2007-2008 menjadi perhatian dunia. Negara-negara Eropa yang memiliki pondasi ekonomi juga menghadapi hal yang sama, yaitu tidak dapat mengelak dari krisis. Negara-negara Asia seperti Jepang dan China juga tak bisa mengelak dari ancaman krisis global.

Untuk mengantisipasi ancaman krisis global, pemerintah bersama otoritas moneter bekerja keras agar mampu mengantisipasi dan mengatasi krisis itu. Saat krisis global terjadi, kurs rupiah melemah dari Rp9.700,- per dolar AS hingga Rp12.00 pada Nopember 2008. Sedangkan indeks harga saham gabungan (IHSG) juga menurun hingga 15 persen dan cadangan devisa nasional turun 12 persen.

Dalam mencegah dampak krisis global berdampak luas, pemerintah dan otoritas keuangan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu), sedangkan Bank Indonesia (BI) menerbitkan 16 peraturan untuk memperlancar sistem perbankan nasional. Salah satu hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi hingga 4,5 persen.

Menurut FPD, proses pengambilan keputusan terhadap Bank Century telah dilakukan sesuai azas perundangan dan azas pemerintahan yang baik.

Ketika terjadi krisis global, di saat Bank Century melakukan pelanggaran-pelanggaran, BI kemudian menetapkan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik pada 21 November 2008 berdasarkan Perppu no.4/2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). "Langkah penyelamatan itu tepat," kata Achsanul.

Dia mengatakan, pemerintah telah bersungguh-sungguh mengatasi krisis sehingga tak boleh mengambil resiko sekecil apapun.

Menjawab pertanyaan pengusul hak angket mengenai aliran dana, FPD mengungkapkan, berdasarkan aliran dana dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diketahui bahwa dana itu ditempatkan di rekening atas nama nasabah atau atas nama keluarganya. Berdasarkan penelusuran 112 bank, tidak ditemukan adanya aliran dana.

FPD juga menyatakan, tidak relevan dianggap ada sumbangan kepada salah satu parpol, sedangkan adanya rekening fiktif merupakan rekayasa pihak bank.

Mengenai adanya pembengkakan dana talangan (bailout) untuk Bank Century, ditegaskan bahwa krisis yang menekan perekonomian menjadi tidak menguntungkan bagi Bank Century. Saat itu, terjadinya penurunan rasio kecukupan modal bank (CAR). Dalam mencegah terjadi krisis di perbankan nasional, maka penyelamatan Bank Century merupakan keharusan.

Jumlah dana untuk penanganan tidak mungkin bisa diprediksi karena sesuai kebutuhan pada saat itu. Hal seperti itu juga terjadi pada 1998.

Mengenai kerugian negara, menurut FPD tidak ada kerugian negara dalam rangka penyelamatan Bank Century karena Bank Mutiara (nama pengganti Bank Century) berkembang secara baik dan ada keuntungan cukup signifikan.

Keuangan negara dalam bentuk penyertaan modal sementara (PMS) merupakan keuangan negara tetapi aktivanya tidak masuk pengeluaran negara. Karena itu, tidak terjadi kerugian negara, apalagi dalam beberapa tahun ke depan, Bank Mutiara akan dijual dan dananya untuk mengganti dana LPS yang telah dikucurkan kepada bank Century.

FPD menyampaikan argumentasi bahwa apabila Bank Century ditutup memang tidak perlu keluarkan Rp6,7 triliun, tetapi tetap harus dikeluarkan Rp6,4 triliun untuk mengganti dana nasabah Bank Century. Dengan ditutup, maka tidak mungkin dana talangan dapat dikembalikan karena dana talangan akan digunakan untuk mengganti dana nasabah yang jumlahnya mencapai 65 ribu orang.

Untuk mengganti dana nasabah, dana yang dikeluarkan akan melebihi Rp6,7 triliun. "Penutupan akan membutuhkan lebih banyak dana," katanya.

Di atas skenario ini, terjadinya reaksi ganda beruntun yang menyeret indonesia dalam krisis global yang berdampak lebih luas baik secara finansial maupun secara politik.

Menurut dia, LPS memang harus keluarkan Rp6,7 triliun, dibanding menutup harus keluarkan Rp6,4 triliun. Tetapi uang rp6,7 triliun itu tidak hilang karena Bank Mutiara berkembang dan meraih laba sehingga jika dijual akan memperoleh dana yang bisa digunakan untuk mengembalikan dana LPS.

"Hal terpenting adalah Indonesia terbebas dari dampak krisis keuangan," kata Achsanul.

Dia juga menyatakan, proses hak angket telah berdampak kepada perekonomian, yaitu investor menunggu sitausi. Padahal IHSG naik 15 persen per hari. "Semestinya kita berterima kasih kepada pengambil keputusan waktu itu. Bukannya mendapat apresiasi, tetapi justru mendapat hak angket," katanya.

FPD menyimpulkan bahwa kebijakan akuisisi dan merger memang menimbulkan masalah karena adanya peraturan BI (PBI) waktu itu. selanjutnya, akibat ketidaktegasan BI mengakibatkan Bank Century semakin terpuruk.

Menurut FPD, kebijakan pemerintah dan kebijakan otoritas moneter sudah sesuai perundang-undangan yang berlaku dan menempatkan Indonesia bisa keluar dari dampak krisis global. Begitu juga mengenai fasilitas pembiayaan jangka pendek (FPJP) sudah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

FPD memahami bahwa keputusan menyelesaikan persoalan Bank Century sebagai bank gagal memang sudah seharusnya. FPD menyatakan, tidak terjadi kerugian negara karena dana talangan menjadi PMS dan dalam waktu mendatang Bank Mutiara akan dijual.

Partai Demokrat menyatakan bahwa hasil konfirmasi terhadap 112 bank, tidak terjadi aliran dana kepada parpol dan pasangan capres/cawapres. Selanjutnya, kasus Bank Century harus diproses hukum terhadap pengelola bank tersebut serta melakukan langkah cepat untuk mengembalikan aset Robert Tantular di dalam maupun di luar negeri senilai Rp13 triliun

FPD mengajak semua pihak agar tidak ingin mewarisi praktik demokrasi yang buruk dan penuh fitnah.
(T.S023R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010