Khartoum (ANTARA News/AFP) - Presiden Sudan Omar al-Beshir menyatakan "perang Darfur telah berakhir" dalam pidato Rabu di negara yang dilanda konflik itu, dan mengatakan, 57 anggota kelompok pemberontak utama, 50 diantaranya berada dalam daftar hukuman mati, telah dibebaskan.

Beshir, dalam pidatonya di El-Fasher, ibukota negara bagian Darfur Utara, menyampaikan pengumuman itu sehari setelah pemerintah Sudan dan pemberontak Gerakan Keadilan dan Persamaan Hak (JEM) menandatangani perjanjian gencatan senjata dan sepakat bekerja untuk mencapai sebuah perjanjian perdamaian penuh.

"Krisis di Darfur selesai; perang di Darfur berlalu. Darfur kini dalam perdamaian," kata Beshir mengenai konflik tujuh tahun itu, yang telah menghancurkan kawasan tersebut.

"Pertempuran senjata berakhir, dan satu kemajuan kini dimulai," kata presiden Sudan itu, yang menjadi sasaran surat perintah penangkapan internasional karena kejahatan perang di Darfur.

"Kita harus melakukan upaya lebih besar untuk membangun Sudan dan Darfur," katanya.

Tahanan-tahanan yang dibebaskan itu mewakili separuh dari anggota JEM yang berada di dalam penjara, kata Menteri Kehakiman AbdelBasit Sabdarat di luar penjara Kober di daerah pinggiran Khartoum.

"Kami baru saja membebaskan 50 persen dari mereka yang ditahan" terkait dengan serangan pemberontak terhadap kota kembaran Khartoum, Omdurman, pada Mei 2008, kata Beshir mengkonfirmasi pembebasan itu.

Pertempuran itu menewaskan 220 orang dan sejumlah besar pemberontak ditangkap. Pengadilan khusus kemudian dibentuk untuk menyidangkan para tersangka dan 105 orang divonis hukuman mati.

Pemerintah Sudan dan JEM, kelompok pemberontak utama di Darfur, pada Selasa (23/2) menandatangani perjanjian dan kerangka kesepakatan di ibukota Qatar, dan perjanjian final akan ditandatangani sebelum 15 Maret.

Beshir menyebut perjanjian Doha itu sebagai "sebuah langkah penting untuk mengakhiri perang dan konflik di Darfur".

Pemberontak Darfur mengadakan dua babak perundingan dengan para pejabat pemerintah Khartoum di Qatar pada Februari dan Mei 2009.

Pada Februari tahun lalu, JEM menandatangani sebuah perjanjian perdamaian dengan pemerintah Khartoum mengenai langkah-langkah pembangunan kepercayaan yang bertujuan mencapai perjanjian perdamaian resmi.

Pada Mei, JEM sepakat memulai lagi perundingan dengan Khartoum yang dihentikannya setelah pengadilan internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Presiden Sudan Omar Hassan al-Beshir karena kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan di Darfur, Sudan barat.

Perundingan antara pemerintah Khartoum dan pemberontak Darfur untuk mengatasi konflik itu telah ditunda beberapa kali pada tahun lalu.

Perundingan yang dituanrumahahi Qatar itu sebelumnya dijadwalkan berlangsung pada 28 Oktober namun pertemuan tersebut ditunda sampai 16 November karena waktunya bertepatan dengan pertemuan puncak Uni Afrika. Jadwal terakhir itu pun ditunda hingga waktu yang belum ditentukan, kata penengah PBB dan Uni Afrika.

Ketegangan meningkat di Sudan setelah Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) pada 4 Maret memerintahkan penangkapan terhadap Beshir.

Jurubicara ICC Laurence Blairon mengatakan kepada wartawan di pengadilan yang berlokasi di Den Haag, surat perintah penangkapan terhadap Beshir itu berisikan tujuh tuduhan -- lima kejahatan atas kemanusiaan dan dua kejahatan perang.

Sudan bereaksi dengan mengusir 13 organisasi bantuan dengan mengatakan, mereka telah membantu pengadilan internasional di Den Haag itu, namun tuduhan tersebut dibantah oleh kelompok-kelompok bantuan itu.

Sejumlah pejabat PBB yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan, pengusiran badan-badan bantuan itu akan memiliki dampak yang sangat merugikan bagi rakyat Darfur.

Para ahli internasional mengatakan, pertempuran enam tahun di Darfur telah menewaskan 200.000 orang dan lebih dari 2,7 juta orang terusir dari tempat tinggal mereka. Khartoum mengatakan, hanya 10.000 orang tewas.

PBB mengatakan, lebih dari 300.000 orang tewas sejak konflik meletus di wilayah Darfur, pada 2003, ketika pemberontak etnik minoritas mengangkat senjata melawan pemerintah yang didominasi orang Arab untuk menuntut pembagian lebih besar atas sumber-sumber daya dan kekuasaan. (M014/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010