Jakarta (ANTARA News) - Lembaga swadaya masyarakat World Wildlife Fund (WWF) menyatakan bahwa sangat riskan bagi Indonesia untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).

"Sangat riskan membangun PLTN karena Indonesia negara yang rawan bencana," kata Direktur Program Iklim dan Energi WWF-Indonesia, Fitrian Ardiansyah, yang dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.

Fitrian menyatakan hal tersebut menanggapi pernyataan Komisi VII DPR RI yang menyetujui pembangunan PLTN di Indonesia.

"Kita hidup di daerah yang rawan gempa dan rawan bencana alam. Apa yang terjadi pada PLTN kalau ada gempa dan bencana alam lainnya? Maukah DPR dan pemerintah berani menanggung dampak lingkungan dan keselamatan yang sangat negatif di seluruh nusantara ini?," jelasnya.

Selain itu, investasi awal untuk pembangunan PLTN juga sangat mahal dan bahan baku PLTN yaitu uranium juga mahal.

"Apakah pemerintah mau mensubsidinya?," tanya Fitrian.

Limbah Uranium juga harus dipikirkan karena tidak bisa diurai sampai ratusan tahun dan penyimpanannya pun harus benar-benar terjaga dari kebocoran.

Fitrian menyarankan agar pemerintah dan DPR secara serius membandingkan sumber energi dari nuklir dengan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan seperti air, angin, surya dan panas bumi.

"Apakah DPR sudah mengecek mana yang lebih efisien, ketersediaan dan keterlimpahan dari energi terbarukan dan bersih dibandingkan energi nuklir," katanya.

Fitrian mencontohkan energi panas bumi yang digunakan baru sekitar tiga persen dari potensi 27.000 megawatt di Indonesia.

Sebelumnya, Komisi VII DPR yang membidangi masalah energi, teknologi, dan lingkungan menyatakan persetujuannya dengan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).

Ketua Komisi VII DPR Teuku Riefky Harsya di Jakarta, Senin (15/3) menyatakan, ke depan, Indonesia sudah tidak bisa lagi mengandalkan sumber energi pembangkit dari gas dan batu bara yang cadangannya terbatas.

"Soal keselamatan, saya yakin PLTN jika dikelola dengan benar tidak akan bocor," katanya yang menjelaskan hasil kunjungan kerja Komisi VII DPR ke Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) di Serpong, Banten, Sabtu.

Menurut dia, jika Batan memberikan rekomendasi PLTN sudah bisa dibangun di Indonesia, maka DPR juga siap memberikan dukungan politik dan anggaran.

Menanggapi hal itu, Deputi Pengembangan Teknologi Energi Nuklir Batan Adi Wardojo mengungkapkan, Indonesia saat ini sudah bisa melakukan persiapan pelaksanaan konstruksi pembangunan PLTN.

Hasil rekomendasi International Atomic Energy Agency (IAEA) juga menyatakan hal serupa.

Indonesia, lanjut Adi, memiliki cadangan uranium di Kalimantan untuk PLTN yang mampu menghasilkan listrik 1.000 MW selama 150 tahun.

"Tapi, pembangunan PLTN ini sangat tergantung dari kebijakan pemerintah. Batan hanya bisa melakukan litbang, promosi, sosialisasi, serta melakukan penyusunan kebijakan penggunaan energi nuklir. Butuh dukungan politik dan anggaran dari pemerintah," ujarnya.

Ia mengatakan, kajian PLTN sudah dilakukan dengan memperhitungkan keselamatan PLTN, masyarakat, dan lingkungan. Rancang bangun teknologi PLTN, lanjutnya, sudah aman dengan sistem pertahanan berlapis.

"Limbah PLTN pun tidak perlu dibuang, karena bisa menjadi sumber bahan bakar PLTN kembali setelah disimpan beberapa waktu," ujar Adi.

(T.N006/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010