Jakarta (ANTARA News) - Mantan pemilik Bank Century, Robert Tantular menegaskan ada selisih perhitungan kerugian Bank Century sebesar Rp1,5 triliun akibat perbedaan perhitungan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

"Dari penemuan audit BPK, itu kerugian Bank Century Rp5,8 triliun, tetapi yang oleh LPS diberitakan kerugian Rp7,3 triliun. Itu saja sudah beda Rp1,5 triliun," kata Robert Tantular setelah diperiksa oleh tim penyelidik KPK di Jakarta, Jumat malam.

Robert mempertanyakan kenapa LPS memiliki perhitungan sendiri, sehingga dana talangan yang dialirkan ke Bank Century melebihi kerugian yang sebenarnya ditanggung oleh bank tersebut.

Berdasar hasil perhitungan kerugian yang lebih besar itu, LPS kemudian mengalirkan dana talangan kepada Bank Century sebesar Rp6,7 triliun. Menurut dia, seharusnya publik mempertanyakan kenapa LPS mengalokasikan dana yang lebih besar daripada kebutuhan Bank Century.

"Ini sama sekali tidak dibuka di Pansus, tidak dilanjutkan. Ya, ini ke mana?" kata Robert.

Dia berharap, penegak hukum bisa mengusut alasan selisih perhitungan itu, selain mengusut aliran dana Rp6,7 setelah diserahkan ke Bank Century.

Robert mengaku tidak mengetahui aliran Rp6,7 triliun karena uang itu dikelola oleh Direksi Bank Mutiara - nama baru setelah Bank Century diambil alih oleh LPS.

Dia juga tidak mengetahui aliran Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dari Bank Indonesia kepada Bank Century. Menurut dia, bantuan likuiditas itu diurus oleh direksi, bukan oleh Robert selaku pemilik bank.

Selama pemeriksaan di KPK, Robert mengaku ditanya tentang uang Budi Sampoerna sebesar 18 juta dolar AS. Tim KPK mempertanyakan kenapa uang hasil pinjam meminjam antara Robert dan Budi itu ditanggung oleh Bank Mutiara.

Kasus Bank Century mencuat setelah publik mengetahui pengucuran dana Bank Indonesia (BI) dalam bentuk Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century.

Pengucuran FPJP berawal ketika Bank Century mengajukan permohonan repo aset kepada BI pada Oktober 2008 sebesar Rp1 triliun karena mengalami kesulitan likuiditas. Namun, menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), BI memproses permohonan itu sebagai permohonan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP).

Pada saat permohonan itu diajukan, rasio kecukupan modal (CAR) Bank Century adalah 2,35 persen. Padahal, peraturan BI nomor 10/26/PBI/2008 menyatakan sebuah bank harus memiliki CAR minimal delapan persen untuk mengajukan permohonan pendanaan.

Pada 14 November 2008, BI mengubah PBI tersebut sehingga bank yang memiliki CAR positif bisa mengajukan permohonan. Padahal menurut BPK, saat itu hanya Bank Century yang rasio kecukupan modalnya di bawah delapan persen.

Namun demikian, BI tetap mencairkan FPJP kepada Bank Century secara bertahap sejak 14-18 November 2008 hingga mencapai Rp689 miliar.

Pada bulan yang sama, Bank Century juga menerima kucuran dana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hingga mencapai Rp6,7 triliun.(F008/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010