Medan (ANTARA News) - Peristiwa bentrokan antara petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dengan warga di Tanjung Priok, Jakarta membuktikan perlunya evaluasi terhadap keberadaan dan kewenangan lembaga itu.

"Peristiwa yang seperti itu bukan yang pertama kali, tapi sudah puluhan kali," kata pengamat sosial dan politik dari Universitas Sumatera Utara (USU), Drs M. Ridwan Rangkuti, MA di Medan, Kamis.

Ridwan Rangkuti mengatakan, pemerintah, khususnya pemerintah daerah perlu melakukan evaluasi keberadaan dan kewenangan Satpol PP karena dinilai sering kurang memahami tugasnya.

Hal itu terjadi karena adanya kesalahan sejak awal, seperti pola rekruitmen dan pendidikan khusus mengenai tugas dan fungsi lembaga tersebut.

Selama ini, kata dia, pola rekruitmen petugas Satpol PP belum terlalu jelas, seperti tingkat pendidikan serta pengetahuan tentang tugas yang akan diemban.

Kebanyakan, calon petugas Satpol PP hanya direkrut berdasarkan postur dan kemampuan yang bersifat fisik semata seperti memiliki tenaga yang kuat.

Kemudian, petugas Satpol PP yang kebanyakan pegawai honorer itu juga jarang mendapatkan pendidikan atau diklat khusus mengenai tugas mereka sebagai tim penegak ketentuan yang ditetapkan pemerintah daerah.

Kondisi itu berbeda dengan pegawai negeri sipil (PNS) lainnya yang memiliki pendidikan khusus dan berjenjang agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

Pemahaman mengenai tugas dan fungsi pokok Satpol PP hanya diketahui kalangan pimpinan semata.

"Akibatnya, petugas Satpol PP banyak tidak memahami fungsinya. Disuruh maju ya maju. Disuruh pukul, ya pukul," kata Dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (Fisipol) USU tersebut.

Selain itu, kata Ridwan, kurangnya pemahaman petugas Satpol PP tentang tugas itu juga sering menimbulkan "gesekan" dan benturan dengan anggota Polri di lapangan.

Perlu dipahami, petugas Satpol PP hanya bertugas dalam menegakkan ketentuan yang dikeluarkan pemerintah daerah seperti Peraturan Daerah (Perda).

"Sedangkan penegakan hukum di luar urusan Perda adalah wewenang Polri," katanya.
(ANT/A038)

Pewarta: Luki Satrio
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010