Jakarta (ANTARA News) - "Inter mencapai kemajuan yang amat pesat. Mereka adalah tim dengan kostum membunuh dan Mourinho adalah ahli strategi universal yang telah membuktikan formulanya bekerja di Portugal, Inggris dan Italia," kata suratkabar Spanyol, El Pais.

Mourinholah yang mengantarkan FC Porto menjadi Juara Liga Champions pada 2004, menyulap Chelsea menjadi kekuatan menakutkan di Liga Inggris, dan kini mengerek Internazionale Milan ke level terbaik seperti dicapai klub ini empat dekade lalu.

Segala pihak dan media memuji kejeniusan dan pencapaian Mourinho yang bagaikan Midas dalam mitologi Yunani, mampu mengubah apapun yang disentuhnya menjadi emas.

"Mourinho un fenomeno (sang fenomena)," kata Massimo Moratti seperti dikutip koran Italia, Corrieree Della Sera. Julukan sama diberikan pers Italia kepada mantan bintang Inter dan AC Milan asal Brazil, Ronaldo.

Dia tinggal selangkah lagi mengikuti jejak Helenio Herrera ketika membawa Nerrazuri menjuarai Liga Champions pada 1964 dan 1965.

"Karya terbesar Mourinho adalah penegasan mengenai seberapa besar tim ini (Inter) mengikutinya dan menghargai kepribadian elektriknya (menyengat)," lapor koran Italia, La Stampa.

Sementara La Gazzetta dello Sport menyampaikan pujian berikut, "Jika Barcelona Mars, maka pasukan Mourinho pantas menjadi warga planet itu. Inter yang luar biasa telah menutup kebesaran Barca yang ditakuti siapapun, dengan (menyemburkan) lahar hitam dan birunya itu ke Barca."

Bagaimana tak mengundang takjub, dengan hanya bermain sepuluh orang sejak menit 28 dan dibombardir sepanjang pertandingan oleh tim yang saat ini disebut terdahsyat di dunia, Inter dengan heroik berhasil menghalau serangan para centurion Barca, termasuk si ajaib Lionel Messi.

Di tengah, Morinho memasang trio Esteban Cambiasso, Cristian Chivu dan Wesley Sneijder untuk berjibaku menahan serbuan Barca yang diotaki dua jenderal lapangan tengah Xavi Hernandez dan Sergio Busquets. Sedangkan Lucio dan Walter Samuel menjadi batu karang di jantung pertahanan Inter yang berulangkali menahan invasi Barca.

Berdasarkan catatan pertandingan malam tadi itu, para pemain Barca melepaskan 20 kali tembakan ke arah gawang Inter. Bandingkan dengan Inter yang hanya sekali mempersulit gawang Victor Valdez.

Tapi Inter berhasil lolos dari gempuran itu, meski kemudian bek tengah Gerard Pique akhirnya mempedaya Inter lewat gol briliannya pada menit 84.

"Jose Mourinho kembali menunjukkan karakter dan ketelitiannya dalam menyiapkan perlawanan dan kemampuannya menyalurkan agresivitas dirinya ke para pemainnya," kata Roberto Gotta dari ESPN (29/4).

Sempurna

Mourinho berdiri tegak di tengah Nou Camp, satu jam sebelum pertandingan digelar, mempelajari seisi stadion.

Seminggu sebelumnya, banyak cemoohan dialamatkan kepadanya, bahkan malam sebelum mereka bertanding, kamar pemain Inter diteror kembang api, sementara Samuel Eto`o dicemooh polisi Spanyol karena menunggak pajak saat bermain membela Barca.

Ketika berada di stadion kebanggaan Catalan ini, Mourinho terkenang ke era 90an ketika dia menjadi penerjemah untuk Bobby Robson yang saat itu melatih Barca. Dia menarik nafas, Nou Camp telah dipenuhi beraneka warna dan suara.

Menjelang pertandingan dimulai, Mourinho dikejutkan oleh kenyataan bahwa penyerang andalannya Goran Pandev dinyatakan tidak fit bermain.

Dia terpaksa mengubah formasi 4-2-1-3 menjadi susunan yang sedikit aneh 4-3-1-2.

Cristian Chivu dipasangnya di sebelah kiri mendampingi Thiago Motta dan Esteban Cambiasso, sedangkan Javier Zanetti disuruhnya untuk siap menghadang bek Barca yang rajin menyerang, Dani Alves, sembari tetap mengawasi pergerakan si maut Lionel Messi.

Mourinho juga menyapih agak renggang Samuel Eto`o dan Gabriel Milito, lebih lebar dari biasanya yang senantiasa berperan sebagai tombak kembar.

Sementara Wesley Sneijder menjadi jangkar di tengah yang kadang berganti peran sebagai penyerang tengah, bukan trequartista (penyerang murni) yang sebelum ini sering diperankannya. Dia juga ditugaskan untuk menguntit Xavi Hernandez.

Lagi-lagi, kendati sempat was-was setelah Cambiasso melanggar keras Messi sehingga diganjar kartu kuning, Inter menyiapkan bendungan kokoh untuk melapis para bek.

Para pemain belakang Inter, termasuk kiper Julio Cesar dan bek Lucio yang tangguh, bermain amat disiplin dengan tak memberi sedikit pun ruang kepada pemain Barca, termasuk Messi.

Namun formasi itu terpaksa rusak lebih awal setelah Thiago Motta dikeluarkan dari lapangan di menit 28, karena menampar wajah Busquets. Uniknya, Motta adalah orang yang mewanti-wanti para pemain Inter untuk mewaspadai aksi sandiwara para pemain Barca.

Dengan cepat Nerazzurri mereorganisasi diri, Chivu turun lebih dalam mendampingi Cambiasso di tengah, sementara Eto`o mundur ke sayap kiri.

Hasilnya, formasi Inter berubah lagi menjadi 4-4-1-1, dengan Sneijder dan Milito bergantian menjaga sektor tengah dan kanan.

Dengan formasi seperti itu, meski unggul satu pemain, Barca tak memiliki kesempatan menaikkan tempo permainan karena tak diberi ruang sedikit pun untuk berkreasi.

Sebaliknya pemain Inter terus merusak permainan Barca dengan menahan bola selama mungkin tanpa berniat menyerang, apalagi mencetak gol. Dan ketika pemain Barca menguasai bola, mereka serta merta mengganggunya sehingga Barca sulit mereorganisasi.

Karena sulit menembus benteng pertahanan yang begitu kokoh ini --yang menebal ketika konflik dua pasukan berada 25 meter dari gawang Inter-- pasukan Pep Guardiola frustasi berat dan tak mampu mencipta gol banyak-banyak, padahal mereka butuh menang 2-0.

Mereka pun gagal mempertahankan tropi Juara Liga Champions karena Maurinho menghidupkan lagi sistem permainan khas Italia yang kini ditinggalkan, catenaccio.

"Ini catenaccio klasik yang seluruhnya dimainkan para pemain non Italia dan dilatih seorang pelatih Portugal. Perfetto (sempurna)," kata kolumnis Guardian, Amy Lawrence.

Tentu saja, ini bukan laga klasik karena begitu sedikit upaya menciptakan gol, tapi laga itu mempertegas pandangan bahwa hanya tim yang lebih konsisten, agresif dan bertekad kuatlah yang mampu melewati laga sesulit ini.

Sebagai buah dari kecerdikan pelatih dan mental baja para pemainnya, Inter kini menatap Madrid untuk menantang Bayern Munchen di final Liga Champions 22 Mei nanti. Ini adalah final pertama Inter sejak mereka dikalahkan Ajax Amsterdam pada 1972.

"Kami berhasil, kini kami akan ke Madrid," kata Wesley Sneijder seperti dikutip AFP (29/4). (*)
(AR09/B010)

Pewarta: Jafar Sidik
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010