Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia bakal mengenalkan model pengelolaan urbanisasi berkelanjutan yang diterapkan di Solo, Jawa Tengah, dalam forum konferensi menteri Asia Pasifik tentang perumahan dan pengembangan masyarakat urban, akhir Juni 2010.

"Ini salah satu komitmen yang akan kita kenalkan dan apakah ini nantinya jadi model Solo yang diterima di Asia-Pasifik, tergantung dalam forum itu," kata Menteri Perumahan Rakyat, Suharso Monoarfa didampingi Dirjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Budi Juwono kepada pers di Jakarta, Selasa.

Penyelenggaraan "The Third Asia Pacific Ministers Conference on Housing and Urban Development" itu akan berlangsung di Solo, 22-24 Juni. Forum akan diikuti sekitar 650 peserta terdiri dari menteri dan pejabat senior di bidang perumahan dan pembangunan kota dari 68 negara kawasan Asia Pasifik.

Suharso menjelaskan, salah satu tantangan yang mengemuka sehingga diangkat tema Pemberdayaan Komunitas untuk Urbanisasi Berkelanjutan adalah fakta bahwa 50 persen penduduk dunia tinggal di perkotaan dan bahkan diperkirakan pada 2030 nanti dua pertiga penduduk dunia tinggal di perkotaan.

"Separuh dari jumlah itu, tinggal di Asia Pasifik, termasuk Indonesia," katanya.

Fakta lain ternyata, lanjutnya, sekitar 50 persen penduduk perkotaan di Asia hingga saat ini ternyata tinggal di permukiman kumuh dan sekitar 650 juta penduduk di kawasan ini tergolong miskin.

Sementara di Indonesia, sejak 2007 sekitar 50 persen penduduknya juga tinggal di perkotaan. "Dari jumlah itu, sekitar 58,6 persen penduduk tinggal di Pulau Jawa yang luasnya hanya tujuh persen dari luas daratan Indonesia," katanya.

Kondisi lainnya, tingkat kemiskinan di negeri ini, kata Suharso, mencapai sekitar 14,15 persen atau 32,53 juta jiwa penduduk. "Selain itu, sebagian besar masyarakatnya masih bekerja di sektor ekonomi informal," katanya.

Oleh karena itu, tentu saja hal itu memerlukan pengelolaan perkotaan yang seimbang antara unsur sosial, ekonomi dan lingkungan.

Jika tidak maka dampak yang terlihat saat ini adalah berkembangnya kantong-kantong perkampungan kumuh di berbagai kota Indonesia dan menurut Dirjen Cipta Karya, Budi Juwono, sudah terdapat sekitar 54 ribu ha kantong-kantong kumuh.

Menurut dia, urbanisasi model Solo dikenalkan dalam konferensi itu, karena Solo dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan pembangunan perkotaan dengan pelibatan masyarakat yang menghargai budaya lokal.

Buktinya, kata Suharso, Solo berhasil merelokasi 989 pedagang kaki lima (PKL) dari Taman Monjari ke Pasar Notoharjo Semanggi dengan prosesi yang diinginkan semua pihak, bahkan dengan kirab.

"Berikutnya, terjadi peningkatkan status pengelolaan PKL sebagai bagian dari pariwisata kota," katanya.

Selain itu, Solo juga pernah melakukan relokasi pemukiman bantaran Bengawan Solo ke Solo Elo dan Mojosongo dengan tingkat kepastian yang lebih baik, tanpa ada penolakan keras, apalagi anarkis.

"Dengan sedikit bantuan finansial, mereka rela memindahkan rumah dan menyediakan lahannya untuk jalan-jalan setapak di pinggiran Bengawan Solo," katanya.

Bagi Dirjen Cipta Karya, Budi Juwono, pengalaman Indonesia dengan pertumbuhan dalam dua dekade terakhir, patut jadi model dan pembelajaran di Asia Pasifik.

"Khusus Solo, itu adalah model bagus karena pengelolaan lingkungan perumahan dan kawasan tanpa mengedepankan ide-ide penggusuran," kata Budi.
(E008/F004/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010