Cara menyosialisasikan adaptasi kebiasaan baru bagi anak-anak adalah dengan mencontohkannya secara langsung dan dilakukan berulang-ulang.
Jakarta (ANTARA) - Perwakilan dari Komite Pengendalian COVID-19 UNICEF Arie Rukmantara mengatakan bahwa anak-anak merupakan kelompok yang paling dirugikan atau menjadi korban oleh dampak pandemi COVID-19 karena terbebani dari berbagai aspek.

"Yang paling dirugikan dalam krisis kesehatan pasti anak-anak. Karena mereka tidak punya sumber daya yang mumpuni untuk memutuskan bagaimana keluar dari krisis kesehatan ini. Mereka adalah korban yang paling terpinggirkan, mereka adalah korban dari pandemi ini," katanya dalam keterangannya pada diskusi mengenai sosialisasi adaptasi kebiasaan baru yang dipantau secara daring di Jakarta, Rabu.

Menurutnya UNICEF sejak awal selalu melibatkan diri dalam menangani krisis kesehatan termasuk pandemi COVID-19, khususnya untuk anak-anak.

Dia mengatakan UNICEF telah terlibat dalam beberapa wabah penyakit yang terjadi di dunia termasuk di Indonesia seperti H1N1 pada 2009, wabah kolera pada 2014, MERS-CoV pada 2012 di Arab Saudi, wabah flu burung tahun 2016, dan pada masa dulu di Indonesia terjadi KLB polio, KLB difteri, KLB gizi buruk dan sebagainya.

"Prinsipnya mencegah lebih baik daripada mengobati. Saat ini bagaimana menekan seminimal mungkin supaya pencegahan jadi pencegahan utama untuk melindungi masyarakat terutama anak-anak Indonesia," kata dia.

Dia menekankan cara menyosialisasikan adaptasi kebiasaan baru bagi anak-anak adalah dengan mencontohkannya secara langsung dan dilakukan berulang-ulang.

Ia menyebut anak-anak harus diberikan pemahaman disertai dengan bukti dari penelitian atau sains mengenai pencegahan COVID-19 dengan 3M, yakni  menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak 

"Bahwa penggunaan masker dalam 3M ini ada sainsnya, anak-anak akan mudah menerimanya," kata dia.

Ia menyebutkan sejumlah penelitian mengemukakan bahwa masker yang digunakan bisa menurunkan risiko sampai 50 hingga 70 persen, sementara mencuci tangan menurunkan tingkat risiko hingga 85 persen.

Ditegaskan anak-anak harus dibiasakan dalam menjaga jarak, atau menghindari kerumunan. "Kalau digabung semuanya mudah-mudahan kita terlindungi sama sekali dari COVID-19, artinya ada kemungkinan kita tetap produktif dan aman dari COVID-19," demikian Arie Rukmantara.


#satgascovid19

Baca juga: WHO: Anak 12 tahun ke atas harus gunakan masker seperti orang dewasa

Baca juga: Unicef: Jangan ada pengucilan terhadap anak karena COVID-19

Baca juga: Kemensos dan Unicef kerja sama lindungi anak dari COVID-19

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020