Jambi (ANTARA News) - Ratusan kilogram pupuk organik hasil pengolahan sampah yang dilakukan beberapa kelompok petani di Kota Jambi menumpuk karena sulit dipasarkan.

Sutarto, ketua kelompok tani Mekar Sari, Kota Jambi, Rabu, mengatakan, sebagian besar pupuk organik itu menumpuk karena petani setempat enggan menggunakan pupuk tersebut.

"Akibatnya pupuk organik hasil buatan kami tidak laku di pasaran karena banyak petani enggan menggunakannya," ujarnya.

Menurut dia, pembentukan kelompok tani untuk usaha pembuatan pupuk sampah organik bertujuan membantu Pemkot Jambi menciptakan kota yang bersih dan sehat.

"Jika hasilnya seperti ini, kami pesimistis akan kelanjutan usaha pupuk organik. Padahal banyak petani yang menggantungkan hidup pada usaha tersebut," katanya.

Dia menyebutkan, usaha pengolahan sampah menjadi pupuk organik di tempatnya berjalan sejak enam bulan lalu. Dalam sehari, dirinya bersama sekitar 20 petani lain menghasilkan 100 kilogram pupuk organik. Beberapa kelompok tani lain juga membuka usaha sejenis.

Meski demikian, hinga kini, mereka belum mendapatkan pemasukan dari penjualan produk rumahan tersebut.

Untuk itu, Sutarto berharap pihak terkait membantu pemasaran pupuk organik tersebut. Salah satunya dengan mengimbau para petani atau kelompok tani menggunakan pupuk hasil olahan sampah tersebut.

Ditemui terpisah, Kepala Dinas Pertanian Peternakan Perikanan dan Kehutanan Kota Jambi Harlik mengatakan bahwa imbauan penggunaan pupuk kompos telah sering dilakukan.

"Namun kami hanya bisa mengimbau, persoalan mau atau tidak, itu tergantung pada pettani sendiri," ujar Harlik.

Menurut dia, Dinas Pertanian tidak dapat memaksa para petani menggunakan pupuk tertentu karena para petani lebih tahu pupuk apa yang harus digunakan bagi tanaman mereka.

Selain itu, pupuk hasil olahan dari sampah organik terlebih dulu harus diuji di laboratorium untuk mengetahui kandungan pupuk tersebut. Apakah pupuk tersebut benar-benar mampu membantu pertumbuhan tanaman atau tidak.

"Kami akui hingga kini Dinas Pertanian Kota Jambi belum melaksanakan uji laboratorium sebab di samping membutuhkan tenaga ahli, biayanya juga cukup mahal," kata Harlik. (BS/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010