Jakarta (ANTARA News) - Tingginya prevalensi anemia di Indonesia melatarbelakangi perusahaan farmasi dan kimia, PT Merck Tbk, meluncurkan program memerangi penyakit yang ditandai dengan rendahnya kadar hemoglobin (Hb) atau sel darah merah pada tubuh penderitanya itu.

Program edukasi pencegahan anemia yang dinamai "Sangobion Gerakan Anti 5L (lemah, letih, lesu, lelah, dan lunglai) tersebut diluncurkan di Cilandak Town Square Jakarta Senin (24/5), demikian siaran pers PT Merck Tbk.

Peluncuran itu merupakan kelanjutan dari program edukasi melawan anemia yang telah dilakukan Sangobion secara konsisten. Gerakan yang dimulai Mei lalu akan menyasar seluruh lapisan masyarakat di 140 titik di 13 kota di Indonesia.

Daerah-daerah sasaran program antara lain Jabodetabek, Bandung, Cirebon, Semarang, Yogyakarta, dan kota-kota lain di Indonesia.

Sangobion Gerakan Anti 5L memberikan layanan edukasi cuma-cuma untuk masyarakat seputar anemia melalui pemeriksaan kesehatan, konsultasi nutrisi dan anemia, pemeriksaan anemia dengan test Hb darah, dan juga seminar di Puskesmas dan Posyandu.

Dengan Mobil Sehat Sangobion, Merck akan mendatangi kota-kota atau daerah-daerah sasaran program tersebut, selain masyarakat juga dapat berpartisipasi dengan menceritakan pengalaman hidup sehat semangat tanpa anemia.

"PT Merck Tbk melalui produk Sangobion telah melakukan berbagai upaya untuk memerangi anemia sejak 1975. Melalui program Sangobion Gerakan Anti 5L, kami ingin meningkatkan usaha kami dalam mengedukasi masyarakat," kata Direktur Consumer Health Care Merck, Nils Moen.

Yuliana Biantoro, Brand Manager Sangobion, menuturkan bahwa gerakan ini akan memberikan pemahaman menyeluruh mulai dari gejala, bahaya, dan cara penanggulangan anemia.

Kampanye yang memiliki tujuan jangka panjang membebaskan Indonesia dari anemia ini juga didukung artis Sarah Sechan sebagai Duta Anti Anemia Sangobion.

Anemia merupakan kondisi dimana kadar hemoglobin dalam tubuh kurang dari normal dan di Indonesia umumnya terjadi karena tubuh kekurangan zat besi atau biasa disebut dengan Anemia Defisiensi Besi (ADB).

Prevalensi anemia di Indonesia sangat tinggi dan terjadi pada semua golongan usia. Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Indonesia 1995, prevalensi ADB pada populasi Indonesia sekitar 40 hingga 58 persen (SKRT1995, NHS-HKI 2001).

Menurut data SKRT tahun 2001, prevalensi ADB di Indonesia tertinggi pada anak umur 1-2 tahun yang mencapai 61,4 persen, sedangkan pada anak usia 0-5 tahun angkanya 47 persen.

Pada usia sekolah dan remaja (15-19 tahun) angka prevalensinya 26,5 persen, wanita usia subur baik yang menikah maupun tidak 51,4 persen, dan pada wanita hamil 40 persen.

Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional tahun 2007 di 440 kota/kabupaten di 33 provinsi di Indonesia oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI mengungkapkan bahwa secara nasional prevalensi anemia di perkotaan mencapai 14,8 persen.

Dari 33 provinsi di Indonesia, ternyata 20 provinsi memiliki angka prevalensi anemia lebih besar dari prevalensi nasional dan yang mengejutkan DKI Jakarta adalah salah satu dari provinsi tersebut dengan angka 21,1 persen.

Prevalensi anemia di perkotaan menurut RISKESDAS paling tinggi terjadi pada kelompok anak usia balita yaitu 27,7 persen, diikuti kelompok usia lanjut (75 tahun keatas) 17,7 persen, demikian Merck.

(ANT/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010