Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Tubagus Hasanuddin (Fraksi PDI Perjuangan), mengatakan, sikap Presiden Barack Obama yang kembali menunda (untuk kedua kalinya) kunjungannya ke Indonesia, menyisakan banyak pertanyaan bagi kita.

"Salah satu pertanyaan yang amat menggelitik kami di Komisi I, ialah, masih dianggap pentingkah Indonesia bagi AS," ujarnya melalui ANTARA di Jakarta, Rabu malam.

Tetapi, menurutnya, ada juga pertanyaan yang bertolak belakang dengan itu.

"Yakni, terlalu pentingkah Indonesia bagi AS, sehingga Obama harus menyiapkan diri dengan menyelesaikan masalah penyergapan tentara Israel terhadap para pejuang kemanusiaan akhir-akhir ini, baru menjadwalkan kembali kedatang ke sini," tanyanya lagi.

Khusus menyangkut soal yang terakhir itu (insiden di Laut Gaza), Tubagus Hasanuddin berpendapat, bagi Indonesia, hal ini memang menjadi penting dalam konteks pembinaan hubungan luar negeri serta membangun perdamaian dunia, sebagaimana amanat konstitusi.

"Karenanya, penting pula bagi kita untuk menyikapi situasi terakhir di Gaza dengan bentuk pemikiran progresif. Artinya, saatnya sekarang Pemerintah Indonesia lebih keras lagi memperjuangkan kemerdekaan Palestina, termasuk mendorong AS tidak selalu mendua," tandasnya.

Dalam kaitan ini pula, demikian Tubagus Hasanuddin, Indonesia harus muncul sebagai pemimpin terdepan, dengan mengorganisasikan negara-negara lain bersama segenap potensinya.

"Jangan hanya ikut-ikutan `mengutuk` atau mendesak," tegasnya.


Terlalu Naif

Selain insiden di Laut Gaza tadi, menurut Tubagus Hasanuddin, terlalu naif juga kalau penundaan kunjungan Presiden AS ke Indonesia itu hanya karena adanya tumpahan minyak di pantai Meksiko.

"`Emang presiden mau ikutan ke lapangan `ngeduk tumpahan minyak," tanyanya.

Karena itu, Tubagus Hasanuddin atasnama fraksinya mengingatkan Pemerintah Indonesia, kalau perlu `koreksi` juga hubungan antara RI dengan AS, sebab dalam banyak hal, kita juga memiliki posisi tawar yang cukup tinggi. (M036/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010