Jakarta (ANTARA News) - Polri akan menempuh jalur hukum untuk laporan utama majalah Tempo edisi 28 Juni - 4 Juli 2010 yang berjudul "Rekening Gendut Perwira Polisi".

"Kita akan memproses hukum baik pidana maupun perdata. Dua jalur itu akan berlangsung secara bersamaan," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Edward Aritonang di Jakarta, Rabu.

Edward Aritonang mengatakan, untuk jalur pidana, Polri akan memprosesnya di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim).

"Untuk jalur perdata, kita masih membicarakan secara internal," katanya.

Menurut dia, majalah Tempo dalam edisi itu telah mencemarkan nama baik institusi Polri karena memuat gambar perwira polisi yang mengendalikan babi.

Gambar di sampul depan majalah menunjukkan bahwa Polri "bergelimangan" dengan babi yang notabenanya barang haram, katanya.

"Polri telah terhina dengan gambar itu," katanya.

Selain edisi itu, Polri juga mempermasalah laporan utama Tempo beberapa waktu yang lalu dengan judul "Kapolri Dalam Pusaran Mafia Batubara".

"Judulnya ada di sampul tapi isi beritanya tidak ada di dalam majalah. Judul itu hanya sensasi saja," katanya.

Habis "diborong"

Sebelumnya, majalah edisi itu langsung habis di pasaran karena diduga diborong habis oleh pihak-pihak tertentu yang diduga oknum Polri.

Akibatnya, harga majalah itu melambung naik hingga Rp50 ribu per eksemplar bahkan ada yang menjual fotokopian majalah.

Namun Aritonang membantah bahwa Polri memborong majalah itu.

"Gak ada yang borong majalah. Dari mana polisi punya duit untuk memborong majalah sebanyak itu," katanya.

Aritonang justru mengatakan bahwa tuduhan Polri yang memborong majalah itu hanya merupakan strategi pemasaran agar majalah itu dicari masyarakat.

Menurut dia, jika benar ada pihak yang memborong majalah itu, maka itu bagian dari upaya untuk menutup keterbukaan informasi kepada masyarakat.

"Nah, Polri tetap konsisten mendukung keterbukaan informasi," katanya.

Dalam edisi itu, Tempo menyebutkan adanya enam jenderal polisi dan beberapa perwira menengah yang memiliki rekening bank berisi puluhan miliar rupiah bahkan hingga Rp54 miliar, padahal gajinya tidak sampai Rp10 juta per bulan.(*)
(S027/A011/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010