Jakarta (ANTARA News) - PT Jamsostek menginginkan kemudahan peraturan untuk mendorong penerbitan berbagai jenis dan "size" surat berharga syariah. "Pemerintah diharapkan mendorong penerbitan surat berharga berbasis syariah, baik size maupun jenis, dengan kemudahan peraturan," ujar Direktur Investasi PT Jamsostek Elvyn G Masassya dalam seminar mengenai pengembangan sukuk korporasi di Jakarta, Selasa.

Ia mengharapkan adanya edukasi dan sosialisasi ke potensial emiten dan investor untuk penerbitan surat berharga syariah serta memberikan insentif kepada investor untuk meningkatkan likuiditas pasar.

"Itu untuk menciptakan `market maker` dalam meningkatkan likuiditas sukuk," ujar Elvyn.

Saat ini, ia menambahkan, Jamsostek sudah berinvestasi pada sukuk pemerintah maupun korporat per Juni 2010, sukuk pemerintah RI sebesar Rp1,5 triliun, sukuk BUMN sebesar Rp569 miliar dan sukuk korporat sebesar Rp356 miliar.

Namun untuk pengembangan investasi pada sukuk korporat, PT Jamsostek akan terlebih dahulu melakukan tahapan proses analisa kelayakan investasi internal, baik instrumen investasi "Fixed Income" konvensional maupun sukuk.

"Sejauh `risk and return` masuk dalam kriteria investasi, maka investasi sukuk korporat `is not big deal` (tidak masalah)," ujarnya.

Ia mengakui melakukan investasi pada sukuk korporasi masih mempunyai berbagai kendala dan risiko antara lain likuiditas pasar, kurangnya penerbitan sukuk korporat dan pengeluaran " size".

"Sedangkan risiko sukuk korporat adanya risiko gagal bayar, risiko bagi hasil, risiko pasar, risiko tingkat suku bunga karena masih digunakan suku bunga sebagai acuan dalam imbal hasil, risiko reinvestasi dan risiko likuiditas," ujarnya.

Sementara, Ketua Bapepam-LK Fuad Rahmany mengatakan akan masih terus memiliki komitmen dalam pengembangan industri pasar modal syariah dan ada empat kerangka kebijakan umum yang menjadi landasan utama yaitu penciptaan iklim yang kondusif bagi kegiatan pembiayaan dan investasi syariah melalui kerangka regulasi yang "market and industry friendly", inovasi dan pengembangan produk yang dapat bersaing dengan produk konvensional.

Kemudian pengembangan institusi dan infrastruktur sumber daya manusia baik dari sisi regulator maupun pelaku pasar, serta sosialisasi secara terus menerus baik ke pelaku pasar, perguruan tinggi maupun masyarakat umum.

Ia menjelaskan potensi investor sukuk yang besar di Indonesia telah terbukti atau terealisasi menjadi riil investor ketika pemerintah mengeluarkan sukuk ritel sebanyak dua kali pada awal pada 2009 dan 2010 dan semuanya mengalami `oversurcribed` dengan penambahan jumlah investor yang cukup signifikan

"Jumlah investor Sukuk Ritel Indonesia SR-001 pada 2009 sebanyak 14.295 dan 58,47 persen diantaranya berasal dari luar DKI Jakarta, sedangkan untuk Sukuk Ritel Indonesia SR-002 pada 2010 sebanyak 17.231 dan 58,41 persen berasal dari luar DKI Jakarta," ujarnya.(*)
(T.S034/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010