Jakarta (ANTARA News)  - Komisi III DPR RI akan meminta klarifikasi Jaksa Agung Hendarman Supandji dan Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Marwan Effendy terkait adanya perbedaan pendapat di antara mereka mengenai keberadaan rekaman percakapan Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ade Rahardja dan Ari Muladi dalam kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.

Anggota Komisi III Daday Hudaya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, mengatakan, pernyataan Jamwas yang berbeda dengan Jaksa Agung menunjukkan lemahnya koordinasi antara atasan dan bawahan di jajaran Kejaksaan Agung.

"Saya terkejut dengan pernyataan Jamwas. Itu menunjukkan lemahnya koordinasi antara atasan dengan bawahan. Sebab, bagaimanapun pernyataan Marwan bertentangan dengan pernyataan Jaksa Agung Hendarman Supandji saat RDP (Rapat Dengar Pendapat) dengan Komisi III beberapa waktu lalu," katanya.

Dalam RDP, Jaksa Agung menyatakan rekaman pembicaraan itu ada. Sementara Marwan, yang saat kasus Bibit-Samad bergulir menjabat Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), menyatakan tidak mengetahui rekaman itu, padahal Jaksa Agung mengaku mengetahui adanya rekaman itu dari Marwan.

Menurut Daday, persoalan itu cukup serius dan Komisi III akan mengkonfrontir keduanya untuk memperjelas duduk permasalahan karena kasusnya kini tengah diproses di pengadilan.

"Kita akan konfrontir masalah itu," ujar anggota Fraksi Partai Demokrat tersebut.

Sementara itu, anggota Komisi III dari Fraksi PAN Yahdil Abdi Harahap meminta Kejaksaan Agung bersikap jujur dalam mengungkap rekaman pembicaraan Ade Rahardja dan Ari Muladi.

"Kalau memang pengakuan Marwan itu benar, berarti Jaksa Agung telah membohongi rakyat. Dengan begitu, indikasi rekayasa dalam penanganan kasus Bibit-Chandra semakin jelas. Ini jelas akan berimplikasi luas," ujarnya.

Ia mempertanyakan sikap Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri dan Jaksa Agung yang bersikukuh memiliki rekaman pembicaraan tersebut.

Seharusnya, kata Yahdil, sejak awal kasus tersebut muncul, rekaman tersebut sudah bisa dibuka agar proses hukum bisa berjalan dengan baik dan tidak menimbulkan berbagai pertanyaan di masyarakat.

"Saya tidak tahu apa alasan Kapolri dan Jaksa Agung yang sengaja menahan-nahan bukti kuat yang mereka miliki seperti rekaman tersebut. Kalau memang ada, baiknya dibuka saja. Ada kepentingan apa? Apakah pribadi atau bagaimana?" kata Yahdil.(*)
(ANT-134/S024/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010