Jakarta (ANTARA News) - Kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama ke Indonesia yang diperkirakan tahun ini diharapkan bukan sekadar kunjungan nostalgia melainkan kegiatan kenegaraan yang menghadirkan pembicaraan substantif bagi kemajuan kedua bangsa.

"Kunjungan Presiden Obama nantinya jangan hanya sekadar kunjungan nostalgia dan Presiden Obama hanya ingin menikmati lagi nasi goreng. Harus ada dialog yang substantif yang meliputi setidaknya tiga isu," kata Ketua Badan Eksekutif Dewan Indonesia untuk Masalah Internasional (ICWA), Ibrahim Yusuf, pada acara forum ICWA di Jakarta, Senin malam.

Ketiga isu itu adalah konsolidasi demokratisasi Indonesia, peningkatan hubungan bilateral AS-RI ke tingkat lebih tinggi; dan respons kehadiran lingkungan strategis baru di Asia Timur.

Presiden Barack Obama sudah tiga kali membatalkan rencana kunjungannya ke Indonesia sejak Maret lalu. Alasan terakhir pembatalan adalah bencana tumpahan minyak perusahaan minyak Inggris British Petroleum yang mencemari Teluk Meksiko.

Menurut media, Obama menjadwal ulang rencana kunjungannya ke Indonesia dan Australia itu sekitar November 2010.

Sementara itu, Asisten Khusus Presiden Obama, Samantha Power, mengangkat topik "Indonesia dan peranan negara-negara demokratis yang sedang tumbuh sebagai pemimpin dunia".

Kehadiran Samantha Power, akademisi yang kini menjabat direktur senior bidang multilateral dan hak azasi manusia (HAM) di Dewan Keamanan Nasional (NSC) AS di forum ICWA ini, hanya berselang sekitar 10 hari setelah kunjungan Menteri Pertahanan AS Robert M.Gates ke Jakarta.

Dalam kunjungannya ke Jakarta 22 Juli lalu itu, Gates memuji reformasi internal TNI yang berimbas positif pada profesionalisme TNI di bawah Kementerian Pertahanan RI dalam merespons isu-isu HAM.

"Amerika Serikat akan memulai kegiatan program kerja sama keamanan bertahan dan terbatas dengan pasukan elit TNI, Kopassus," katanya.

Sebelum bergabung dengan pemerintahan Presiden Barack Obama sejak November 2008, Samantha Power tercatat sebagai profesor mata kuliah kebijakan luar negeri AS, HAM dan ekstrimisme di Universitas Harvard.

Pemenang Pulitzer untuk bukunya "A Problem from Hell: America and the Age of Genocide" (2002) ini juga merupakan penulis dan pernah menjadi wartawati.

Majalah Time juga memilih Samantha Power sebagai salah satu dari 100 ilmuwan dan pemikir hebat dunia tahun 2004.(*)

R013/Z002/AR09

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010